Aku Mendakwah Hamka Plagiat: Sebuah Usaha Mengingat Kembali

::sadam husaen mohammad

Muhidin M Dahlan penulis buku trilogi Lekra Tak Membakar Buku adalah seorang penulis yang disegani di Indonesia. Pada tahun 2011 dia kembali menulis sebuah buku Aku Mendakwa HAMKA Plagiat: Skandal Sastra Indonesia 1962-1964.

Dalam buku itu Muhidin mencoba menguak kembali skandal sastra Indonesia tentang tuduhan plagiat terhadap Haji Abdul Malik Amrullah (HAMKA) dalam roman Tenggelamnya Kapal van der Wijck. Sebelum Muhidin menulis bukunya itu, terlebih dahulu H.B. Jassin bersama Amir Hamzah juga pernah menulis buku tentang kasus plagiat HAMKA itu, dalam buku yang berjudul Tenggelamnya Kapal van der Wijck Dalam Polemik.

Tapi Muhidin dan H.B. Jassin ada di dua kubu yang berbeda, Jassin di kubu yang membela HAMKA bukan plagiat dan Muhidin di kubu yang menentang HAMKA.
Tahun 1963, skandal sastra mengenai plagiarisme HAMKA berkembang dan pada tahun 2011 isu itu kembali dianggkat oleh Muhidin M dahlan dalam bukunya Aku Mendakwa HAMKA Plagiat: Skandal Sastra Indonesia 1963-1964. Dalam bukunya Muhidin mencoba menguak lebih dalam tentang plagiarisme HAMKA yang sudah habis-habisan dibahas oleh lembar Lentera Bintang Timur. Muhidin menampilkan lagi artikel-artikel yang telah dimuat dalam lembar lentera mengenai plagiarisme HAMKA, selain itu Muhidin juga menampilkan Idea Script yaitu gagasan yang disarikan dari perbandingan kalimat demi kalimat yang tersusun berturut dan Idea Strip semacam metode yang berasal dari permainan jiplak anak-anak.

Tapi di dalam buku Muhidin ini lebih banyak membahas apa yang telah dilakukan oleh lembar Lentera Bintang Timur, yaitu memuat artikel-artikel mengenai plagiarisme HAMKA yang diberi nama Varia HAMKA. Kebanyakan artikel-artikel yang dimuat lembar lentera dan kemudian ditampilkan lagi oleh Muhidin dalam bukunya bukanlah hasil analisis megenai novel karya HAMKA, melainkan cemooh-cemooh pedas yang ditujukan untuk HAMKA. Dari situ kita dapat melihat adanya unsur politik untuk menghabisi HAMKA.

HAMKA adalah seorang tokoh agama asal Minang. Roman Tenggelamnya Kapal van der Wijck adalah roman yang laris terjual pada angkatan pujangga baru, karena isinya yang mampu membuat pembacanya meneteskan air mata.

Tapi ketika novel itu sudah terjual laris, ada kabar yang menyebutkan bahwa roman karya HAMKA itu adalah hasil plagiat dari novel Prancis Sous les Tilleuls, yang ditulis oleh Alphonse Karr dan telah disadur oleh Mustafa Luthfi Al-Manfaluthi kedalam bahasa arab berjudul Majludin.

Pramoedya Ananta Toer sebagai pemegang lembar Lentera-lah yang bertanggung jawab atas semua artikel yang masuk ke dalam lembar Lentera. Dan sebelum terjadi skandal plagiarisme ini ada sebuah perdebatan budaya antar lembaga kebudayaan yaitu Lekra dan Manikebu, Pram ada di pihak Lekra dan Jassin pembela HAMKA ada di pihak Manikebu, walaupun kasus HAMKA ini selesai karena keputusan pemerintah sebelum Manikebu lahir, tapi dari dapat dilihat Surat Kepercayaan Gelanggang, yang dikeluarkan oleh para seniman yang berbeda faham dengan Lekra.

Di dalam bukunya Muhidin menuliskan bahwa kabar roman Tenggelamnya Kapal van der Wijck itu adalah saduran muncul pertama kali ketika harian Bintang Timur dalam lembar Lentera (lembar budaya dalam harian Bintang Timur) yang dipimpin oleh Pramoedya Ananta Toer memuat esai Abdullah SP, tentang kesamaan roman Tenggelamnya Kapal van der Wijck dengan film yang Abdullah SP tonton ketika dia kuliah di Arab, film yang dia tonton berjudul Dumu El Hub (Air Mata Cinta) yang diilhami dari buku Majludin.

Abdullah menulis dalam esainya:

“…Di sini aku lihat, bahwa HAMKA memang hakul-yakin mentah-mentah menjiplak, apanya yang berbeda, temanya, isinya, napasnya, Cuma tempat kejadian dan tokohnya yang disulap dengan menggunakan warna setempat tentu…” (Dahlan, 2011:31)

Tidak hanya satu esai saja yang dikirimkan Abdullah SP. Selanjutnya dalam esainya Abdullah membandingkan roman Tenggelamnya Kapal van der Wijck karya HAMKA dengan roman Majludin karya Al-Manfaluthi. Setelah lembar Lentera memuat beberapa esai Abdullah SP tentang plagiat HAMKA. Cercaan, makian dan belaan bertubi-tubi muncul dari penentang dan pembela HAMKA.

“…Salah satu suara sumbangan berpendapat bahwa ini semua adalah kecemburuan Pramoedya terhadap HAMKA yang bukunya  laris manis seperti kacang rebus: 80 ribu eksemplar…” (Dahlan, 2011:184)

Dalam buku Aku Mendakwa HAMKA Plagiat Muhidin memuat beberapa belaan dari beberapa sumber, termasuk H.B. Jassin yang setelah skandal itu diakhiri oleh pemerintah meresmikan sebuah organisasi yang dinamainya Manifes Kebudayaan (Manikebu) yang mengusung ideologi Humanisme Universal.

#KlipingBlog malaminihujan.blogspot.comhttp://malaminihujan.blogspot.com/2012/01/saya-mendakwah-hamka-plagiat-sebuah.html, 25 Januari 2012