Tahukah Anda Berapa Jumlah Buku yang Dicetak Tahun 1945?

Perkakas Buku bukan cuma soal alat yang teraba, panduan bikin ini dan itu, tapi juga buku pemberi informasi tentang dunia buku di sebuah masa yang jauh. Perkakas buku itu berjudul: 20 Tahun Penerbitan Indonesia. Informasi-informasi yang terhimpun di dalam buku brosur untuk pameran buku nasional yang diadakan pertama kali IKAPI pada 1965 ini membuat Anda tertegun-tegun sembari berkata: Oh, ternyata.

Ternyata, ada 470 judul buku yang dicetak ketika patriot-patriot revolusi sedang sibuk mendirikan negara baru bernama Negara Kesatuan Republik Indonesia pada 1945. Sempat-sempatnya penerbit cetak buku dalam situasi perang. Kalau hari ini penerbit gak mau nerbitin buku hanya karena alasan kertas mahal, ya, keterlaluan.

Ternyata, buku-buku dari Uni Soviet yang terbanyak diterjemahkan di awal tahun 60-an (4.666) dan disusul oleh Jerman (3.304), Cekoslovakia (1.897), Perancis (1.681), Belanda (1.416), dan Amerika Serikat (1.318).

Ternyata, pameran IKAPI pertama kali itu terjadi pada 1965 dengan titel: “Pameran Buku Nasional” yang menggantikan pameran buku sebelumnya yang bertajuk “Gelanggang Buku”.

Ternyata, pelindung pertama dan utama pameran IKAPI yang ke-1 adalah bini Sukarno. Namanya Jang Mulia Hartini Sukarno. Pelindung yang lain adalah Waperdam Chairul Saleh, Menko Perhubra Roeslan Abdulgani, Menko P.D. & K. Prijono, Menko Agama Saifuddin Zuhri, Menteri Penerangan Mayjend Achmadi, dan Menteri Urusan Funds & Forces Noto Hamiprodjo. Nama-nama yang menjanjikan bahwa IKAPI adalah partner pemerintah dalam soal buku. Sejak awal.

Ternyata, tentara suka buku dan mendukung penuh acara pameran buku. Adalah Menko Hankam/Kasab Jenderal A.H. Nasution bilang pengarang kita adalah segenap “the man behind the gun”. Pengarang kita adalah alat Revolusi. Pengarang kita adalah karyawan Revolusi dalam slagorde revolusi.

Ternyata, ideologi penerbitan di masa ketika Sukarno percaya betul bahwa ia akan menyelesaikan Revolusi Belum Selesai itu dibagi menurut bingkai esai Sukarno yang ditulis pertama kali pada 1926: NASAKOM.

Maka diwawancarailah perwakilan ideologi-ideologi itu di bawah judul artikel: “Peranan dan Perkembangan Buku2 Nasional, Agama dan Komunis”. Penerbit-penerbit yang diinterview adalah Gunung Agung, Pembangunan, Tintamas, Bulan Bintang, Obor, Badan Penerbit Kristen, dan Jajasan Pembaruan. Penerbit yang terakhir ini tampaknya bermasalah. Ogah-ogahan.

Jajasan Pembaruan adalah perwakilan penerbit dari unsur KOM. Panitia sudah menghubungi. Sudah janjian juga. Bahkan si pewawancara sudah ketemu dengan ketua penerbit ini, Poa Tjung Ho, di toko buku Jajasan Pembaruan, Kramat V/7 Jakarta.

Berkali-kali si pewawancara menagih waktu wawancara, bahkan teks pertanyaan tertulisnya sudah ditinggalkan segala di meja Bung Phoa. Akhirnya, si pewawancara menyerah. Ia menulis: “Sajapun meninggalkan sekedar tulisan dengan kertas tipis minta pendjaga tokobuku Jajasan Pembaruan jang isinja antara lain agar kawan Phoa suka membantu saja didalam membuat tulisan tentang buku2 Komunisme itu.

“Berkali-kali saja datang, ja jang pagi, ja jang siang, ja jang sore hari tidak ketemu selalu dengan kawan Phoa. Sampai saat ini ditulis.

“Mudah-mudahan djawaban kawan Phoa atas pertanjaan2 saja itu datangnja menjusul sehingga betul2 Nasakomlah tulisan ini!”

Menjengkelkan betul ya penerbit kom itu. Ngasih PHP ke IKAPI gak ketulungan. Njelehi.

Sejarah memang mencatat, pameran IKAPI pertama itu betul-betul tanpa Kom. Bahkan, pameran buku yang berlangsung di Hotel Duta Indonesia, Jakarta, pada 7-19 Agustus 1965 itu malah resmi ditentang penerbit dan organisasi yang sepaham dengan kiri. Termasuk Jajasan Pembaruan di saf terdepan para penolak

Rupanya, Bung Phoa saat tak bisa dihubungi panitia pameran, sedang mempersiapkan aksi boikot pameran. [Muhidin M. Dahlan]