Nidah Kirani adalah seorang gadis muslimah yang taat beribadah. Badannya dihijabi oleh jubah dan jilbab yang besar. Hampir semua kegiatan sehari-harinya diisi dengan aktivitas pendekatan pada Tuhan dan menjalankan perintahNya sebagaimana cara yang diajarkan Rasullullah, setiap waktu dia habiskan untuk shalat, baca Al-Qur’an dan berzikir. Ketertarikan untuk mengetahui lebih dalam tentang keislaman melalui diskusi tentang Islam mendorongnya untuk membentuk suatu forum kajian yang membahas masalah-masalah keislaman, dan keinginannya ini didukung oleh Dewan Mahasiswa Kampus Barek yang memberikan kepercayaan pada Kiran untuk menjalankan forum ini.
Dari forum inilah dia didekati seorang ikhwan (sebutan untuk laki-laki muslim aktivis islam) bernama Dahiri. Keaktifan dan kekayaan referensi Dahiri dalam membahas tiap topik yang diangkat dalam forum diskusi ini menyita perhatian Kiran. Sehingga waktu diskusi mereka bukan hanya berada pada saat forum berjalan tetapi juga diluar forum karena Dahiri juga merupakan teman sekelas Kiran di Kampus Barek. Ternyata Dahiri merupakan aktivis jamaah yang merupakan gerakan yang subversif, organisasi garis keras yang mencita-citakan tegaknya syariat Islam di Indonesia yang diidealkan bisa mengantarkan pengikutnya ber-Islam secara kaffah. Dan dia memang mengincar Kiran yang dia ketahui sedang semangat-semangatnya untuk memperdalam keimanannya dan mencari kedamaian dalam aktifitas keislaman yang baru dibangunnya, seperti seorang muallaf yang baru menikmati dan merasakan kenyamanan Islam. Selalu ingin berada pada komunitas yang bisa membawanya mengetahui lebih banyak tentang islam.
Berbekal dengan kemampuannya dalam berargumen dan penguasaan terhadap ayat-ayat Qur’an serta Hadits, Dahiri berhasil mempengaruhi pikiran Kiran. Sehingga Kiran yang tadinya meyakini pengetahuannya tentang Islam sudah cukup baik berubah menjadi pemikiran betapa masih dangkalnya dia dalam mempelajari Islam. Sosok Dahiri berhasil membuatnya menjadi gelisah dan akhirnya memutuskan untuk bergabung dengan organisasi islam garis keras itu.
Setelah melakukan proses baiat (pengucapan sumpah untuk bergabung pada organisasi jamiah), Kiran benar-benar menjalani kehidupan sebagai sufi, yang demi kezuhudannya dia melakukan shaum (puasa) setiap hari, tidak lagi mengkonsumsi nasi dan daging tetapi hanya mengkonsumsi roti ala kadarnya. Tiap waktunya dimanfaatkan untuk menegakkan syariat Islam dan dakwah pun dia jalankan dengan keyakinan untuk menyelamatkan sesama muslim berislam secara benar. Tiap waktu dia mencoba mempengaruhi orang-orang yang ada disekitarnya untuk berhijrah dari paham agama lamanya. Tetapi tidak jarang aktifitasnya ini juga mendapat penolakan dan membuat dirinya dikucilkan oleh orang-orang di pondokkannya tempat dia selama ini tinggal. Karena merasa gerakannya tidak disukai, akhirnya dia memutuskan untuk meninggalkan pondokan itu dan memilih tinggal di Pos Jemaah yang terletak di sekitar kampusnya. Tadinya Kiran membayangkan dengan tinggal di Pos ini, ritual keagamaannya menjadi lebih dalam tetapi pemikiran itu bertolak belakang dengan kondisi sebenarnya.
Satu-satunya ibadah yang dilihatnya adalah cuma shalat berjamaah, selebihnya ibadah yang dilakukan para aktivis di Pos itu terlihat biasa. Bahkan ritual ibadah di Pondokan Ki Ageng, tempat dia tinggal sebelumnya lebih khusyuk dibandingkan di Pos ini. Tetapi Kiran tidak ambil pusing, dia tetap dengan keyakinannya bahwa dia harus meneggakkan hukum Islam dengan mengabdikan dirinya di jalan Allah. Dakwah terus dilancarkannya dan dia berhasil merekrut orang banyak termasuk orangtua, keluarga dan masyarakat desanya. Bukan hanya merekrut orang, setiap minggunya dia juga harus memberikan infak sebesar 500 ribu rupiah yang katanya digunakan untuk biaya perjuangan menegakkan Syariat Islam. Tidak jarang untuk itu, Kiran harus berbohong pada orangtua dan kakaknya yang berada di luar negeri dengan dalih membayar keperluan kuliahnya.
Tetapi ditengah jalan, Kiran diterpa badai kekecewaan. Pergerakan yang selama ini dia tempuh dan sudah banyak resiko yang dia terima, dari dikucilkan oleh para santri di pondokannya dulu, biaya yang dia keluarkan untuk infak yang tidak sedikit sampai diusirnya dia dari desa tempat tinggalnya tetapi dia nilai tidak dianggap oleh aktifis lainnya. Akal sehatnya mulai mencerna, organisasi yang dia ikuti ternyata tidak mempunyai kegiatan yang jelas, uang infak itu juga tidak jelas kemana digunakan hingga membuat Kiran berontak dan berusaha keluar dari organisasi meskipun taruhannya adalah nyawa. Karena organisasi ini berjalan secara rahasia dan terus diburu oleh pemerintah, sehingga aktifis yang ada disini bila berkhianat diancam akan dibunuh.
Begitu besarnya kekecewaan Kiran, hingga merampas nalar kritis sekaligus keimanannya. Dia selalu mempertanyakan untuk apa yang Tuhan balas untuk segala pengorbanan yang telah dia lakukan demi penghambaannya kepada Tuhannya. Dan akhirnya dia menalar bahwa Tuhan yang selama ini dia agung-agungkan seperti lari dari tanggung jawab dan tidak menghiraukan keluhannya.
Dalam keadaan frustasi dan kekosongan, dia menemui Daarul Rachim seorang Ketua Forum Studi Mahasiswa Kiri Untuk Demokrasi. Melalui Daarul dia mengeluarkan semua beban dan rasa sakit hatinya. Berawal dari situ, hubungan mereka makin akrab dan Kiran memandang sosok Daarul sebagai pahlawannya yang tiap saat bisa melindunginya dari rasa takut akan dibunuh. Tetapi kedekatan itu akhirnya memulai suatu babak baru, Kiran seorang muslimah yang taat harus menggadaikan keimanannya dengan melepaskan keperawanannya karena tidak kuat menahan rasa cinta yang mulai tumbuh pada laki-laki yang melindunginya ini dan sebagai wujud pemberontakannya pada Tuhannya. Kesalahpahaman membuat hubungan mereka merenggang dan akhirnya putus, hal ini membuat Kiran makin frustasi dan kembali menyalahkan Tuhannya. Dalam frustasinya itu, akhirnya dia terjerembab dalam dunia hitam.
Kekecewaannya dilampiaskan dengan melanggar aturan-aturan agamanya, freesex dengan pria-pria aktivis sayap kiri dan kanan (islam) yang selama ini dikenal sebagai aktivis kampus yang lantang meneriakkan tegaknya moralitas dan syariah islam. Membongkar topeng kemunafikkan tiap aktivis tersebut membuatnya puas sebagai bentuk pemberontakannya pada Tuhan. Tidak ada rasa sesal yang setiap kali usai melakukan petualangan cinta. Bahkan salah satu korbannya adalah seorang Dosen Kampus Matahari Terbit Yogyakarta yang juga merupakan anggota DPRD dari fraksi yang selama ini bersikukuh memperjuangkan tegaknya syariat islam di Indonesia. Dan Dosen ini jugalah yang akhirnya menjadikan dirinya memiliki profesi yang selama ini dihujat orang banyak, menjadi seorang pelacur.
ANALISIS CERITA
Dalam novel yang berjudul “Tuhan, Izinkan Aku Menjadi Pelacur”, merupakan cerita yang menggambarkan luka seorang muslimah yang tadinya taat beribadah, tetapi karena salah langkah memilih jalan yang dia anggap akan membawa dirinya makin dekat dengan Tuhannya dan memiliki harapan yang sangat besar sehingga banyak pengorbanan yang dia lakukan, ketika harapan besar itu bertolak belakang dengan kondisi sebenarnya menjadikan Nidah Kirani, tokoh utama cerita ini menjadi frustasi dan akhirnya terjerembab dalam dunia hitam dengan melanggar aturan-aturan agamanya dari freesex sampai mengkonsumsi obat terlarang. Hal ini dilakukannya sebagai bentuk kekecewaan dan bentuk pemberontakan kepada Tuhannya, yang dia anggap tidak pernah perduli dengan dirinya sedangkan dia telah banyak melakukan pembuktian sebagai wujud pengabdiannya pada Tuhan.
Pada alur cerita ini, ada 1 tokoh utama lain yang mempengaruhi jalan pemikiran Kiran yaitu sosok Dahiri, seorang mahasiswa yang juga aktivis organisasi islam garis keras. Dahiri inilah yang berhasil mengajak Kiran untuk menjadi aktivis jamiah dan menjanjikan Kiran akan menemukan ketenteraman dan kedamaian berjihad dijalan Allah.
1. HUBUNGAN INTERPERSONAL TOKOH UTAMA
Menurut De Vito ada 5 tahap hubungan antar pribadi kalau kita akan melakukan hubungan dengan orang lain, yaitu tahap kontak, keterlibatan, keakraban, pengrusakan dan pemutusan. Keterlibatan Kiran dalam organisasi islam garis keras yang mencita-citakan tegaknya syariat islam di Indonesia berawal dari pendekatan komunikasi persuasif yang dilakukan oleh Dahiri pada Kiran. Lebih jelasnya secara teoritis dapat dijelaskan melalui Kontak Bagan tahap tahap hubungan interpersonal menurut DeVito :
Berdasarkan apa yang dialami oleh Kiran, kontak pertama dengan Dahiri berawal dari forum diskusi islam yang akhirnya melakukan pembentukan Hubungan Interpersonal.
Tahap ini sering disebut juga sebagai tahap perkenalan (Acquaintance Process). Steve Duck (1976;127) dalam Rahmat (2001) menyatakan perkenalan adalah proses komunikasi dimana individu mengirimkan (secara sadar) atau menyampaikan (kadang kadang tidak sengaja) informasi tentang struktur isi kepribadiannya kepada bakal sahabatnya, dengan menggunakan cara-cara yang agak berbeda, pada bermacam-macam perkembangan persahabatan. Dahiri merupakan anggota yang aktif mengikuti forum diskusi yang dikelola Kiran, sehingga dari sinilah Kiran lebih mengenal sosok seorang Dahiri yang tadinya hanya dikenalnya sebagai teman sekelas dan menimbulkan penilaian yang positif yaitu Dahiri merupakan pria yang cerdas, pintar berargumen dan memiliki wawasan yang luas tentang islam.
Dengan data diri Dahiri tersebut, Kiran berusaha membentuk kesan tentang diri Dahiri. Kesan pertama amat menentukan, karena itu hal-hal yang pertama kelihatan merupakan hal yang menentukan kesan pertama menjadi sangat penting. Brooks dan Emmerts (1976,24) mengatakan para psikolog sosial menemukan bahwa penampilan fisik, apa yang diucapkan pertama, apa yang dilakukan pertama menjadi penentu yang penting terhadap pembentukan citra orang lain.
Oleh karena itu Dahiri berhasil menjaga kesan pertamanya, Dahiri dapat menunjukkan pada Kiran yang menjadi target sasarannya bahwa ia serius mengajak Kiran untuk memahami islam secara benar. Untuk membantu memudahkan pengaruh pada Kiran, Dahiri memulainya dengan ikut aktif dalam forum diskusi yang dikelola oleh Kiran, dari sinilah Kiran dapat mengenal kepribadiannya dan Dahiri mengetahui apa yang menjadi kebutuhan Kiran.
Selanjutnya setelah Kiran memperoleh kesan pertama yang positif terhadap Dahiri, maka tahap selanjutnya adalah menuju pada tahap keterlibatan. Pada tahap ini Dahiri mengembangkan sikap-sikap yang memudahkan penerimaan terhadap kehadiran Dahiri. Selain sikap faktor lain yang juga menentukan adalah atraksi interpersonal yang dilakukan oleh Dahiri. Oleh karena itu Dahiri berhasil mengembangkan Atraksi Interpersonalnya, karena Atraksi Interpersonal adalah daya tarik personal yang timbul dalam hubungan Interpersonal. Makin tertarik kita kepada seseorang, maka besar kecendrungan kita berkomunikasi dengan dia. Ada dua faktor yang mempengaruhi Atraksi interpersonal yaitu Faktor personal dan faktor situasional.
Faktor Personal yang telah dikembangkan oleh Dahiri hingga kehadirannya mudah diterima oleh Kiran adalah :
1. Kesamaan Karakteristik Personal (Similarity).
Dalam situasi dimana seseorang harus berinteraksi dengan semua golongan dalam masyarakat yang berbeda maka timbul kecendrungan dalam dirinya untuk memilih orang yang memiliki banyak persamaan dengan dirinya (Depari dan Andrews; 1988). Sikap ini disebut dengan homofilis. Komunikasi yang efektif lebih mudah dicapai apabila baik sumber informasi maupun penerima informasi sama sama homofilis.
Sebagai seseorang yang berusaha masuk untuk mempengaruhi orang, maka Dahiri berusaha mencari kesamaan yang ada pada Kiran dengan yang ada dalam dirinya. Dari kesamaan-kesamaan ini maka keberadaan Dahiri akan lebih mudah diterima oleh Kiran. Orang yang memiliki kesamaan dalam nilai,sikap,keyakinan,tingkat, sosial ekonomi,agama,ideologis,cenderung saling menyukai. Menurut Heider dalam buku Psikologi komunikasi (Jalaludin Rakhmat;2004), “ Kita cenderung menyukai orang, kita ingin mereka memiliki sikap yang sama dengan kita. Kita ingin memiliki sikap yang sama dengan orang yang kita sukai, supaya seluruh unsur konsisten”.
Dahiri telah dapat memanfaatkan kelebihan yang dimilikinya, karena Dahiri mempunyai kelebihan dapat berbicara dengan lugas dan memiliki pengetahuan yang luas tentang islam bahkan dia hapal dengan ayat-ayat Qur’an yang menjadi modalnya untuk berargumen pada tiap diskusi tentang islam. Sebagai muslimah, Kiran mempunyai kesamaan dengan Dahiri yaitu tertarik dengan ilmu-ilmu dan jalan hukum-hukum islam. Mereka memiliki latar belakang budaya yang sama yaitu hidup dengan sendi-sendi islam. Kesamaan karakteristik inilah yang merupakan modal dasar bagi Dahiri untuk masuk kedalam lingkungan kehidupan Kiran yang harus direkrutnya. Faktor lain yang turut mendukung mudahnya Dahiri kedalam lingkungan kehidupan Kiran adalah faktor kesamaan bahasa yang dimiliki Dahiri. Kesamaan bahasa ini akan memudahkan dalam melakukan komunikasi serta memudahkan dalam mencapai pengertian bersama dibandingkan dengan orang-orang yang memakai bahasa yang berbeda.
Pada alur cerita ini, kontak khusus antara kedua tokoh utama berawal diluar forum diskusi. Dialog pada halaman 33 dimana Dahiri berusaha mendekati Kiran yang sedang berada sendirian diperpustakaan. Tatapan tajam Dahiri direspon oleh Kiran dengan menyapanya “Dahir, gimana kabarmu. Ada tugas?” kemudian Dahiri menjawab “Bukan soal tugas Kiran, tapi soal Islam yang kita bahas minggu lalu.”
2. Tekanan Emosional (Stres)
Bila orang berada dalam keadaan cemas atau harus memikul tekanan emosional, maka ia akan menginginkan kehadiran orang lain. Sebagai aktifis yang berusaha merekrut anggota baru Dahiri pandai membaca situasi dan kondisi dilingkungannya. Pendekatan yang dilakukan adalah dengan mencari orang-orang yang berada dalam kecemasan, kesusahan atau berada dalam tekanan emosional. Dengan bersikap ingin menolong Kiran agar menjadi muslimah secara kaffah akan melihat niat baik dari Dahiri pada Kiran. Kiran memikirkan semua perkataan Dahiri tentang islam dalam konteks yang sebenarnya sehingga akhirnya memunculkan keraguan pada diri Kiran apakah saat ini dia belum menjalankan syariat islam secara benar, keraguan inilah yang secara perlahan membuat keberadaan Dahiri diterima dan lebih dekat dengan Kiran.
3. Harga diri yang rendah
Menurut Webster, bila harga diri direndahkan, hasrat afiliasi (bergabung dengan orang lain) bertambah, ia makin responsif untuk menerima orang lain. Ditambahkan oleh Tubbs dan Moss; 1974, Orang yang rendah diri cenderung mudah untuk mencintai orang lain. Dahiri adalah seorang aktifis organisasi keislaman, jelas ia dipandang lebih tinggi dan lebih baik oleh Kiran. Harga diri Kiran mungkin lebih rendah dari Dahiri. Dengan memandang Dahiri sebagai orang yang lebih baik dari Kiran, Kiran tertarik untuk mencari tahu dan menemukan jalan agar dia bisa lebih baik lagi.
4. Isolasi Diri
Eliot Aronson, seorang ahli yang mengembangkan Gain-loss Theory (teori untung rugi) mengatakan bahwa orang yang kesukaannya kepada kita bertambah akan lebih kita senangi daripada orang-orang yang kesukaannya pada kita tidak berubah. Dengan demikian bagi orang yang terisolasi akan lebih menyenangi kedatangan orang dari luar, apalagi orang tersebut dapat memberikan ganjaran yang menguntungkan mereka.. Nidah Kirani yang baru menemukan kedamaian berada pada jalan islam adalah orang yang secara psikologis mempunyai kekurangan dan keterbatasan pada ilmu keislaman dan ada kecenderungan mengisolasikan dirinya. Dengan keberadaan Dahiri sebagai orang dari luar lingkungannya akan memudahkan Dahiri untuk menjalankan misinya, karena adanya kecendrungan menyenangi kedatangan orang dari luar.
Disamping faktor personal , faktor lain yang juga mempengaruhi atraksi Interpersonal adalah faktor situasional. Faktor situasional tersebut adalah :
1. Daya Tarik Fisik (Phisical Attractiveness).
Beberapa penelitian telah mengungkapkan bahwa daya tarik fisik sering menjadi penyebab utama Atraksi interpersonal. Sebagai orang yang terlibat dengan masyarakat (orang banyak) maka penampilan Dahiri juga terjaga. Kelebihan yang dimiliki oleh Dahiri seperti pintar, tampan dan lain sebagainya dimanfaatkan untuk memudahkan hubungan dengan Kiran yang menjadi target sasarannya. Penampilan fisik pada diri Dahiri dapat dimanfaatkan untuk membuat persepsi orang berubah dari belum bisa menerima menjadi bisa diterima oleh Kiran.
2. Ganjaran
Kita akan cenderung menyenangi orang yang memberikan ganjaran kepada kita. Ganjaran itu berupa bantuan, dorongan moril, pujian atau hal-hal yang dapat meningkatkan harga diri. Selain itu juga merupakan sifat alami manusia yang senang mendapat pujian dan hadiah. Untuk lebih memudahkan Dahiri membina hubungan dengan Kiran maka Dahiri selalu berusaha memberikan ganjaran kepada Kiran. Ganjaran yang dimaksudkan disini berupa bantuan, dorongan moril, pujian dan lain sebagainya yang dapat memberikan keuntungan bagi Kiran. Pada cerita ini terdapat pada saat Kiran diliputi keraguan dan akhirnya meminta penjelasan pada Dahiri. Hal ini sesuai pula dengan teori pertukaran sosial (Social Exchange Theory), bahwa interaksi sosial adalah semacam transaski dagang. Interaksi akan timbul bila memberikan keuntungan bagi salah satu atau kedua belah pihak.
3. Familiarity
Dengan semakin sering dan banyak melakukan pertemuan dan bimbingan kepada Kiran, maka Dahiri akan semakin dikenal oleh Kiran. Semakin akrab Dahiri dengan Kiran makin memudahkan untuk mempengaruhi Kiran agar merubah paham keislamannya. Menurut Zajonc (1968), ia akan menemukan makin sering subjek melihat wajah tertentu, maka ia makin menyukainya.
4. Kedekatan (Proximity)
Jarak fisik merupakan faktor penting pada tahap awal interaksi. Orang cenderung menyenangi mereka yang tempat tinggalnya berdekatan. Persahabatan lebih mudah timbul diantara tetangga yang berdekatan. Tindakan yang telah dilakukan Dahiri adalah melakukan pendekatan dengan mengikuti forum yang dikelola Kiran. Karena faktor kedekatan inilah yang akhirnya sangat mempengaruhi keberhasilan misi yang dijalankan oleh Dahiri.
5. Kemampuan (Competence)
Kita cenderung menyenangi orang-orang yang memiliki kemampuan yang lebih tinggi dari pada kita. Hal ini disebabkan adanya anggapan bahwa orang orang mempunyai kemampuan biasanya lebih berhasil kehidupanya. Dahiri dapat menunjukkan kemampuannya agar ia disenangi oleh Kiran, targetnya. Sebagai orang yang memberikan informasi dan inovasi maka ia harus mempunyai kredibilitas. Faktor faktor mempengaruhi Dahiri dalam menciptakan kredibilitasnya sebagai nara sumber adalah :Trust (kepercayaan dan pengaruh karena karismatik), Expertise (keahlian, keilmuan, tingkat pendidikan), Autority (kekuasaan, kedudukan), Performance( penampilan fisik, Socio economic Status (status sosial ekonomi), Experience (pengalaman), dan style of influence (gaya yang sesuai dengan keinginan user). Hal lain yang dibuktikan oleh Dahiri adalah karena ia telah dipercaya oleh anggota organisasi islam sebagai orang yang berkompeten mempengaruhi orang lain untuk merubah paham keislamannya, ia merupakan orang yang telah dipercaya oleh anggota organisasi.
Setelah Dahiri dapat diterima oleh Kiran, Dahiri telah mengusahakan agar komunikasi yang dilakukan dengan Kiran menjadi efektif. Komunikasi yang efektif ditandai dengan hubungan interpersonal yang semakin baik. Kegagalan komunikasi sekunder terjadi bila isi pesan kita fahami – tetapi hubungan antar komunikan menjadi rusak. “ Komunikasi interpersonal yang efektif meliputi banyak unsur, tetapi hubungan interpersonal barangkali yang paling penting. Setiap kali kita melakukan komunikasi, kita bukan hanya menyampaikan pesan; kita juga menentukan kadar hubungan interpersonal, bukan hanya menentukan content tetapi juga relationship.
Dalam kaitannya dengan membina hubungan interpersonal ini, seorang Psikolog Arnold Goldstein (1975) menghubungkan apa yang disebut sebagai “relationship enchancement” (metode peningkatan hubungan) dalam psikoterapi, ia merumuskan metode ini dengan tiga prinsip : makin baik hubungan interpersonal (1) makin terbuka pasien mengungkapkan perasaannya, (2) makin cenderung ia meneliti peranannya secara mendalam beserta penolongnya (psikolog), dan (3) makin cenderung ia mendengar dengan penuh perhatian dan bertindak atas nasehat yang diberikan penolongnya.
Dari segi psikologi komunikasi, kita dapat menyatakan bahwa makin baik hubungan interpersonal, makin terbuka orang mengungkapkan dirinya, makin cermat persepsinya tentang orang lain dan persepsi dirinya. Sehingga makin efektif komunikasi diantara mereka. Dalam kasus ini, maka semakin efektif komunikasi yang dilakukan oleh Dahiri, maka semakin terbina hubungan yang baik antara Dahiri dengan Kiran. Dengan diterimanya kehadiran Dahiri tersebut, maka Dahiri dapat berperan sekaligus sebagai “teman” atau “sahabat” bagi Kiran.
Hubungan Interpersonal Dalam Model Permainan
Model ini berasal dari psikiater Eric Berne (dalam Jalaludin Rakhmat, 2001), dimana dalam model ini orang-orang berhubungan dalam bermacam-macam permainan. Mendasari permainan ini adalah tiga bagian kepribadian manusia – Orang tua, Orang dewasa dan anak. Orang tua adalah aspek kepribadian yang merupakan asumsi dan perilaku yang kita terima dari orang tua kita atau orang yang kita anggap orang tua kita. Orang Dewasa adalah bagian kepribadian yang mengolah informasi secara rasional, sesuai dengan situasi, dan biasanya berkenaan dengan maslah-masalah penting yang memerlukan pengambilan keputusan secara sadar. Anak adalah unsur kepribadian yang diambil dari perasaan dan pengalaman kanak-kanak dan mengandung potensi intuisi, spontanitas, kreatifitas dan kesenangan.
Pada alur cerita novel ini, menampilkan salah satu aspek tersebut. Yaitu pada saat Kiran mulai membutuhkan kajian tentang pemahamannya terhadap islam yang sesungguhnya, kemudian dia berusaha mencari informasi yang dapat membantunya menjawab keyakinannya itu. Kebutuhan Kiran tersebut merupakan kepribadian anak yang mengandung potensi spontanitas dan kretaifitas. Dahiri menyadari kebutuhan Kiran dan dia membantu Kiran dengan menanamkan ideologi yang dianggap benar untuk membawa Kiran dalam kedamaian yang dicarinya, ini merupakan kepribadian orang tua. Dan hubungan interpersonal Kiran dan Dahiri berlangsung baik dengan transaksi yang bersifat komplementer.
Kiran yang tidak pandai bergaul memilih Dahiri yang mempunyai kelebihan dapat berargumen dan pemikiran yang keras tentang syariah islam. Ia ingin langkahnya berada pada jalur pemahaman yang benar tentang islam. Dengan cara ini Kiran dapat memperoleh keuntungan. Pertama Kiran mencari dalih dengan ketidakmampuannya “jika bukan karena kamu, pasti banyak kawan yang mau dekat dengan aku”. Kedua, ia menimbulkan perasaan bersalah pada Dahiri, sehingga Dahiri akan terus membimbingnya.
2. PESAN LINGUISTIK
Menurut Mulyana (2004), Bahasa terikat oleh konteks budaya. Dengan ungkapan lain, bahasa dapat dipandang sebagai perluasan budaya. Menurut Hipotesis Sapir Whorf, sering juga disebut Teori Relativitas Linguistik, sebenarnya setiap bahasa menunjukkan suatu dunia simbolik yang khas yang melukiskan realitas pikiran, pengalaman batin dan kebutuhan pemakainya. Jadi bahasa sebenarnya mempengaruhi pemakainya untuk berpikir, melihat lingkungan dan alam semesta dengan cara yang berbeda sehingga berperilaku berbeda.
Bahasa memungkinkan kita menyandi peristiwa dan obyek obyek dalam bentuk kata-kata. Dengan bahasa kita mengabstraksikan pengalaman kita dan mengkomunikasikannya dengan orang lain. Bahasa merupakan sistem lambang tak terbatas, yang mampu mengungkapkan segala macam pemikiran. Bahasa adalah prasyarat kebudayaan yang tidak dapat tegak tanpa itu atau dengan sistem lambang yang lain. (Jalaludin Rakhmat; 2004)
Bahasa memiliki kekuatan untuk mengubah pendapat, keyakinan yang menggerakkan seseorang melakukan sesuatu, menimbulkan perasaan tertentu, bahkan mengendalikan diri.
Kata sebagai bagian dari bahasa mengandung dua aspek yaitu aspek bentuk atau ekspresi dan aspek isi atau makna. Makna kata adalah hubungan antara bentuk dengan hal atau benda yang diwakilinya (referent).
Adanya fenomena yang timbul dimasyarakat mengenai penggunaan kata kata kiasan dan peribahasa didalam kehidupan sehari hari adalah karena masih adanya norma-norma dan budaya yang masih dijunjung tinggi didalam pergaulan dimasyarakat. Percakapan yang digunakan sehari hari terutama kepada orang yang lebih dihormati biasanya menggunakan bahasa, kata-kata dan kalimat yang sopan, halus dan baik. Begitu juga untuk mengungkapkan perasaan senang dan tidak senang kepada seseorang juga menggunakan bahasa yang mencerminkan perasaannya. Kata-kata yang diungkapkan dalam percakapan seseorang menunjukkan apa yang ada dalam pikirannya dan biasanya ucapan akan diikuti dengan tindakan. Contohnya bila seseorang mengatakan mau makan biasanya diikuti dengan tindakan makan, mau mandi diikuti dengan tindakan mandi dan lain sebagainya.
Seperti penggalan dialog yang terdapat pada halaman 38-39 alur cerita novel ini antara Dahiri dan Kiran pada saat Kiran meminta penjelasan tentang pemahaman islam Dahiri yang menyebutkan islam di Indonesia belum sempurna dan berbalik pada ajaran islam yang sesungguhnya.
Dahiri: “Kuulangi sekali lagi padamu bahwa keislaman kita di Indonesia belum ada apa-apanya, belum murni. Kita masih pada fase Mekkah. Islam yang sah adalah Islam fase Madinah. Dan sekarang Islam di Madinah itu belum juga ada dan masih dalam taraf di usahakan. Islam di Madinah adalah Islam Negara. Daulah. Keabsahan beragama dan tegaknya syariat tadi ditentukan oleh apakah kita memiliki daulah atau tidak. Dan kami punya rencana besar untuk mengusahakan berdirinya Daulah Islamiyah Indonesia”.
Kiran : “Hah, mendirikan Daulah? Daulah seperti apa itu, Mas?”
Dahiri : “Belum saatnya. Nanti juga akan kamu tahu. Tapi kutekankan padamu, ini adalah gerakan rahasia. Top Secret. Yang poko sekarang adalah kalau ada keraguan, jangan kembalikan pada manusia tapi pada Allah. Kalau bertanya, janganlah tanya pada orang lain, tapi tanya pada saya”.
Kiran : “Iya Mas”
Dari percakapan tersebut bisa kita lihat kata-kata kiasan yang dipergunakan oleh masing-masing orang mengungkapkan apa yang ada dalam pikiran dan mengungkapkan perasaannya. Dahiri menggunakan bahasa yang halus tapi tegas dan Kiran menggunakan bahasa yang menandakan kebingungannya.
Makna muncul dari hubungan khusus antara kata (sebagai simbol verbal) dan manusia. Makna tidak melekat pada kata-kata, namun kata-kata membangkitkan makna dalam pikiran. “Hah, mendirikan Daulah. Daulah seperti apa” adalah salah satu contoh kalimat dimana makna tidak melekat pada kata-kata tapi kata-kata yang memberikan makna dalam pikiran. Daulah merupakan conth kata yang berarti negara Islam yang disepakati makananya oleh para aktifis islam garis keras.
Makna dari kalimat diatas bisa diartikan karena adanya kesepakatan antar sekelompok orang untuk memberikan arti atau makna yang sama. Kata-kata seperti yang kita ketahui diberi arti secara arbitrer (semaunya) oleh kelompok -kelompok sosial.
Kata hanyalah simbol verbal dari suatu obyek yang diwakilinya. Jadi kata bukanlah sesuatu atau benda , karena dalam definisi disebutkan symbol adalah sesuatu yang digunakan untuk atau dipandang sebagai wakil sesuatu lainnya. Kata tidak hanya mempresentasikan obyek atau benda, tetapi juga peristiwa atau kejadian, sifat sesuatu benda atau obyek, aksi atau tindakan, hubungan, konsep dan sebagainya .
DAFTAR PUSTAKA
Berlo, SA,S.J. beebe dan MV. Redmond, 1988. Interpersonal Communication, Relating to Others, Allyn and Bacon. Boston. USA.
Dahlan, Muhidin M. 2005. Tuhan, Izinkan Aku Menjadi Pelacur, Memoar Luka Seorang Muslimah. Scriptamanent. Yogyakarta.
Depari, E dan macAndrews, C, 1988, Peranan komunikasi Massa dalam Pembangunan, Suatu Kumpulan Karangan, UGM.
Devito, J.A, 1997. Komunikasi Antar Manusia, Kuliah dasar, Edisi ke 5. Profesional Books. Jakarta.
Liliweri, alo, 1994, Perspektif teoritis, komunikasi Antar Pribadi, Suatu Pendekatan ke Arah psikologi Sosial Komunikasi, Citra Aditya Bakti, Bandung.
Little John, stephen W, 1996, Theories Of Human Communication, Fifth Edition, Wadsworth Publishing Company, California USA.
Mulyana, D, 2004, Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar, edisi ke 6, Rosdakarya, Bandung.
Rakhmat, J, 2004, Psikologi Komunikasi, Edisi ke 21, rosdakarya bandung.
Sereno, Kenneth. K dan Bodaken Edward. M, 1975. Trans-Per Understanding Human Communication, Houghton Mifflin Company. Boston.
Tubbs, SL dan S. Moss, 1983, Human Communication, Fourth Edition. Random House Inc .New York.
* PS: Bahan Kuliah Psikologi Komunikasi, 2006.
Nur Melati Septiana: I’m a student of Communication Development in Sekolah Pascasarjana Bogor Agricultural University (IPB)Bogor-Indonesia and I’m also junior lecturer in Lambung Mangkurat University Banjarmasin Kalimantan Selatan-Indonesia. my site see here