PKI Pemenang Pemilu 1955 di Yogyakarta

:: gusmuh

Sebutan untuk Yogyakarta memang lengkap. Ibukota Revolusi, Kota Seni dan Budaya, Kota Pelajar, Kota Raja. Bila deret itu kita tambahkan, maka bisa berbunyi “Kota Merah” setelah PKI memenangkan Pemilu 1955 dengan total suara 238.870, disusul PNI 209.190 suara dan Masjumi 136.520 suara.

Memang, sudah bisa diduga bahwa PKI merajai suara di Kota Yogyakarta. Kemenangan PKI di Yogyakarta bukan saja soal kuantitas, tapi juga simbolik. Kota kecil ini melting pot Indonesia; pertemuan harmonis antara masa silam dan modernitas; perjumpaan yang mulus antara feodalisme dan demokrasi; kerajaan dan republik.

Dalam konteks Pemilu 1955, di kota ini juga, panggung kampanye paling megah didirikan oleh seniman-seniman ASRI Yogyakarta yang memang menjadi calon legislatif PKI dari golongan “orang-orang non partai”.

“Didjiwai oleh semangat Rakjat seniman2 Djokja dibawah pimpinan pelukis2 Affandi, Sudjojono, dan Hendra Gunawan tlah berhasil mentjiptakan podium jang indah dan megah buat rapat raksasa PKI tgl. 11 September jbl. Perhatikan artja jang tingginja 5 meter, paluarit 10 meter, umbul2 mendjulang tinggi dan indah. Disebelah kanan podium tampak gambar Bung Karno dan disebelah kiri gabar Bung Aidit, Sekretaris Djendral CCPKI. Dengan demikian seniman2 dan PKI didjiwai dan mendjiwai Rakjat untuk berdjuang terus, untuk menang dalam pemilihan umum jad.”

Dan pihak Keraton sadar betul dengan kemenangan PKI ini. Apalagi TPS di Keraton Timur disapu bersih oleh PKI dengan kemenangan mutlak. Tak salah kemudian, PKI dan organ-organ keluarga komunis diberikan privelege untuk menempati beberapa gedung di nDalem Beteng. Sebut saja Pemuda Rakjat dan Ikatan Pemuda Pelajar Indonesia (IPPI) mendapatkan bangunan di depan Alun-Alun Utara Yogyakarta yang sekarang dijadikan markas Korem. Baperki menempati kantor besar di belakang BNI atau di sisi kiri Kantor Pos Besar yang sekarang jadi Gedung KONI. Universitas Rakjat (UNRA), sebuah lembaga khusus pendidikan kader terpilih, diberikan ruang di sekitar Kadipaten Wetan yang saat ini jadi gedung SD Keputran A. Sementara Seniman Indonesia Muda (SIM) mendapatkan sanggar di pojok timur Alun-Alun Utara yang sekarang menjadi Galeri Seni.

Karena sadar bahwa tenaga PKI dan pekerja-pekerja kebudayaannya potensial, maka Raja Yogyakarta mendukung pembaharuan wayang dan ketoprak. Juga kerap mengundang Aidit untuk memberikan ceramah dalam Keraton. Tak mengherankan kemudian, saat aksi pembagian tanah menghebat di tahun 60-an, Yogyakarta yang merupakan kota feodal yang masih eksis tetap tertib, aman, dan gembira. Raja Yogyakarta pintar memangku merah.

Ini hasil tabulasi akhir perhitungan suara di Yogyakarta untuk Pemilu 1955:




 

Kotapraja Djokjakarta

PKI: 44.321
PNI: 21.879
Masjumi: 18.153

Bantul

PKI: 34.029
PNI: 40.337
Masjumi: 34.720

Wonosari/Gunungkidul

PKI: 100.470
PNI: 24.351
Masjumi: 15.270

Wates/Kulonprogo

PNI: 75.464
Masjumi: 38.630
PKI: 23.812

Sleman

PNI: 47.159
PKI: 36.238
Masjumi: 29.747

Demikian hasil tabulasi akhir suara untuk Pemilu 1955 di Yogyakarta dengan PKI keluar sebagai pemenang. Hasil yang menakjubkan untuk Pemilu Raya yang “tertib, lantjar, dan GEMBIRA”.