Warisan Kiri yang Siap Dihancurkan!

Ketika di bulan Mei sekelompok ormas dan didukung segelintir purnawirawan TNI seperti Kivlan Zen menuding-nuding patung warisan komunis di jantung ibu kota Jakarta.

Patung yang lebih dikenal publik dengan “Tugu Tani” itu terletak di lingkaran strategis. Pertemuan antara Menteng-Cikini, Senen, Thamrin, dan Gambir. Patung pak tani bercaping dengan membawa senjata laras panjang dan bu tani membawa bakul ini berdiri di area yang luas dan di bawahnya bunga-bunga berbagai warna penyerap karbondioksida tumbuh subur.

Tudingan bahwa ini patung kiri adalah benar adanya. Patung karya seniman Manizer Bersaudara ini adalah sumbangan Uni Soviet kepada Indonesia. Bahkan pada saat diresmikan pada 1963 oleh Sukarno, tampak hadir Wakil Perdana Menteri Anastas Mikoyan.

Setahun sebelumnya, Waperdam Uni Soviet Mikoyan ini juga berada di sisi Sukarno saat berpidato pertama kali dalam pembukaan Gedung Olah Raga Bung Karno jelang diselenggarakannya Asian Games di Jakarta. Kehadiran Mikoyan di sisi Sukarno bukan soal seremonial belaka, melainkan pemberitahuan bahwa GOR terbesar kedua sedunia setelah Maracana Brasil itu dana pembangunannya sebagian besar ditanggung Uni Soviet.

Tentu saja lobi ke blok timur dilakukan sekutu Soviet di Indonesia tak lain adalah PKI. Komitmen partai komunis ini pada olahraga tak perlu disangsikan lagi. Orang-orang kiri inilah salah satu sayap progresif dan paling bersemangat mewujudkan gagasan Sukarno menyelenggarakan olimpiade kiri pertama di dunia. Dan itu terjadi di Jakarta. Olimpiade yang diberi nama Ganefo itu dselenggarakan hanya tujuh bulan setelah Patung Tani diresmikan dan 16 bulan setelah Gelora Bung Karno dipergunakan untuk kegiatan olah raga dan mobilisasi masyarakat.

Jakarta berhasil mendatangkan 54 negara dari Asia, Afrika, Amerika Latin, dan negara-negara sosialis di Eropa. Bukan sekadar bertanding, tapi juga memperlihatkan betapa Indonesia adalah inisiatif baru gerakan pembebasan dan pusat perlawanan terhadap imperialisme.

Boleh dibilang suksesnya Ganefo adalah warisan kiri yang lain dalam soal perhelatan peristiwa akbar. Indonesia lewat Sukarno dan trisum “kiri” pendukungnya yang disebutnya sebagai Nasakom ini menjadi kiblat kiri ketiga di dunia setelah Soviet dan RRT.

Tenaga kiri ini memang berlimpah dalam menggalang solidaritas dan kesetiakawanan di berbagai bidang dengan negara-negara Asia, Afrika, Amerika Latin, serta Eropa. Terutama yang memiliki tendensi politik kiri dalam menyikapi politik luar negeri.

Sepanjang tahun 1962 hinggga 1965, pelbagai peristiwa besar yang terinspirasi oleh Konferensi Asia Afrika 1955 berlangsung di Jakarta dan Bandung. Yang terbesar selain Ganefo di bidang politik olah raga, juga terselenggaranya pertemuan jurnalis Asia Afrika pada 1963 dan Festival Film Asia Afrika pada 1964.

Di bidang sastra, tenaga-tenaga kiri sedang mempersiapkan Jakarta sebagai tuan rumah untuk Festival Sastra Asia Afrika. Sepanjang tahun 1963-1964 sastrawan-sastrawan kiri melakukan pleno secara berkesinambungan. Festival sastra yang seyogianya dilaksanakan 1965 ini tak pernah terlaksana karena terhadang mahapralaya abad 20.

Dan setelah 1965, tenaga-tenaga kiri potensial yang menjadi tulang belikat impian pembebasan Sukarno mengalami pembalikan yang hebat. Kita seperti mengalami defisit di segala bidang atas capaian-capaian penting dan utama yang disumbang kiri untuk kebanggaan bangsa dan inisiatifnya yang progresif menjadikan Indonesia setara dengan bangsa-bangsa di mana pun.

Lewat propaganda dengan segala macam cara dan mengendarai seluruh media, warisan kiri ini bukan saja diblur, tapi juga dibuang hingga tanpa sisa.

Jika pun masih ada sisa, warisan itu terus didorong-dorong untuk dirubuhkan. Patung Pak Tani di jantung ibu kota adalah warisan kiri yang selalu digertak dan selalu saja gertakan itu gagal. Sebab jika berhasil, saya anjurkan kepada para laskar itu untuk mengontak kawanannya di Yogyakarta agar segera mengapak Patung Jenderal Sudirman di depan Kantor DPRD Yogyakarta yang berdiri di Jl Malioboro. Patung itu bikinan seniman Lekra yang ditahan bertahun-tahun pasca Gestok 65 bernama Hendra Gunawan.

Jika ingin menuntaskan rasa puas menghabisi kiri, bakar dan rubuhkan stadion Gelora Bung Karno. Seperti yang sudah disebutkan di atas, stadion ini dibikin dan dibiayai negara komunis dan terbangun berkat lobi orang-orang kiri tanah air. [Muhidin M. Dahlan]