Saya mengingat kembali Persipal Palu karena laki-laki bercambang lebat bernama Neni Muhidin ini sering mengubernya secara paruh waktu di laman Facebook. Bahkan, pada akhirnya Persipal Palu makbedundu muncul di Yogyakarta untuk menjalani laga final turnamen Liga Nusantara 2016 yang memang dipusatkan di Provinsi Jawa Tengah dan DIY, juga atas informasi yang dibagi lelaki yang tinggal di Jl. Tururuka Palu sambil menunggui perpustakaan minionnya bernama Nemu Buku.
Sampai akhirnya saya memutuskan untuk menonton Persipal Palu di pertandingan kedua mereka di babak penyisihan Grup H berhadapan dengan Gama FC (Yogyakarta). Bertanding di Stadion Sultan Agung, Pacar, Bantul, DIY turut membantu lantaran hanya tujuh menit waktu tempuh dari rumah tinggal di Kecamatan Kasihan.
Buta dengan nama pemain, prestasi, juga perkembangan terkini, saya seperti menonton kenangan belaka. Walau tim ini konsisten berada di kelas bawah nyaris sepanjang sejarah berdirinya, saya mengingatnya secara anumerta. Maksud saya, kesebelasan yang kini diasuh pelatih Usman Arya ini belum pernah saya saksikan. Sekali pun.
Jangankan melihat pertandingannya, stadion yang menjadi markas Laskar Tadulako di Gawalise, Palu Barat, ini juga belum pernah saya kunjungi hingga tulisan ini diunggah. Bahkan, “pemilik” klub ini saja baru saya tahu sekarang, itu pun mesti berselancar dengan kata kunci.
Pengetahuan pertama saya tentang Persipal Palu justru via tarkam pada 1994 saat salah seorang yang disebut pemain Persipal Palu melakukan turba, eh, turkam (turun kampung) di Kecamatan Sirenja.
Kesaksian seorang siswa SMP kelas 2 Sirenja tentang seorang pemain profesional dari Persipal melekat sepenuhnya pada sosok Samsul yang membela PS Surya Tanjungpadang berhadapan dengan PS Satria Tondo di lapangan bergelombang di Desa Tanjungpadang. Samsul yang tak banyak berlari, tapi mahir dalam mengoper. Samsul dengan dada yang tegap–mirip dengan Kapten Kaifar (19) saat ini–yang tak saja bisa menendang keras ke depan, tapi juga tahu bahwa bola bisa dioper ke belakang untuk menata persebaran gerak rekan sepermainan.
Samsul yang tak banyak berkeringat itu adalah penampakan ideal Persipal Palu yang hanya saya kupingi dari omong-omong orangtua kisah legendarisnya itu.
Pertandingan di sore yang hasilnya saya lupa itu sudah cukup membawa saya pada kenangan anumerta tentang Persipal. Bahwa saya di kemudian tahun pernah tinggal di Palu Barat–dan mondok dengan jarak hanya beberapa kelokan lagi untuk bisa menjumpai Stadion Gawalise–tak cukup kuat membawa saya menyaksikan langsung kedigjayaan Persipal Palu mengarungi sebuah kompetisi.
Maklum, gelora saya pada sepakbola saya tinggalkan di kampung. Sepakbola yang saya kenal adalah sepakbola kampung, bukan sepakbola level kompetisi antarkota/kabupaten antarpulau.
Dan, paling tinggi levelnya adalah kompetisi antarkecamatan se-Kabupaten Donggala memperebutkan Piala Bupati. Setelah itu, setelah pertandingan antarkecamatan yang dipusatkan di Desa Tondo, Kecamatan Sirenja pada 1995 itu, semua gelora yang saya rawat tumpas.
Anda tahu, 24 tahun jarak kenangan anumerta itu, saat saya membaca informasi dari media sosial Persipal Palu bertanding di Bantul, DIY.
Saya kaget, tentu saja.
Tapi, informasi dari kanal Liga Nusantara menetralkan semuanya. Klub Persipal Palu bersama Persema 1960 Manado (Sulawesi Utara), Mamuju Utama (Sulawesi Barat), dan Unhalu FC (Sulawesi Tenggara) menjadi perwakilan Region Sulawesi berlaga di putaran final Liga Nusantara 2016 yang dikonsentrasikan di DIY (Bantul) dan Jawa Tengah (Cilacap, Kendal, Semarang, Batang, Kudus, Jepara, Magelang, dan Solo).
Perjalanan Persipal Palu menjadi satu dari 32 tim finalis Liga Nusantara dimulai dari seleksi terbawah saat menjuarai Liga Nusantara Zona Sulawesi Tengah pada 7 Oktober 2016. Di zona ini, Persipal Palu ditantang klub-klub kabupaten yang juga memiliki reputasi daerah yang disegani, seperti Persido Kabupaten Donggala, Persipar Kabupaten Parigi-Moutong, dan Poso FC Kabupaten Poso.
Di laga puncak yang dipusatkan di Stadion Kasintuwu, Poso, Persipal Palu sukses menaklukkan Poso FC 4-3 (2-2) lewat adu penalti.
****
Anda tahu, asrama mahasiswa Sulawesi Tengah cukup banyak terhampar di berbagai sudut kampung dalam Kota Jogja. Yang terbesar dan paling tua tentu saja Asrama Putra Sulawesi Tengah yang terletak di Bintaran Tengah.
Kehadiran asrama mahasiswa ini mestinya cukup menjanjikan untuk meraih dukungan. Tapi, di pertandingan kedua saat Persipal Palu mengalahkan Gama FC, pendukung Persipal tak melebihi 50 orang. Sewaktu berhadapan dengan PSN Ngada, pendukung Persipal di Tribun Barat belahan selatan naik sedikit, tapi pastilah tak melebihi 100 orang. Bandingkan dengan mahasiswa NTT yang ratusan orang berbondong-bondong ke Stadion “Pacar” Sultan Agung.
Di pertandingan 16 besar dengan sistem gugur, mahasiswa Sulawesi Tengah yang datang lumayan. Bahkan, ada yang membawa dan membentangkan bekas spanduk “Rapat Anggota Mahasiswa Banggai Laut” yang di sisi baliknya bertulis: #nemaeka.
Panitia mengumumkan 180 penonton memadati stadion berkapasitas 30 ribu orang ini. Tapi, jumlah itu mesti dipecah dengan mahasiswa Lampung, eh, pendukung Persilat (Lampung Tengah).
Di Jogja, mestinya Liga Nusantara menjadi ajang “adu kuat” antar asrama daerah. Namun, itu tak terjadi. Hujan dan jadwal perkualiahan yang padat, mungkin menjadi musababnya. Atau, pernyataan eks pelatih Timnas U-23 Aji Santoso meleset ketika mengatakan: “Liga Nusantara adalah pelengkap-kegembiraan sepakbola Indonesia.”
Ne, lea, nandasamo balengga.
****
Jalan Persipal Palu mengarungi babak final Liga Nusantara mulus. Paling tidak hingga lolos ke babak 8 besar. Di pembuka Grup H mengandaskan Pelangi Kaltara 1-0, disusul Gama FC 2-0. Di pertandingan yang tak lagi menentukan, Persipal Palu dibekuk PSN Ngada 1-3. Di pertandingan terakhir Grup H ini tampak PSN Ngada berada di atas rerata kemampuan Persipal: fisik, teknik, dan organisasi permainan. Sekaligus Ngada memperlihatkan calon juara untuk Liga Nusantara.
Walau kalah, Persipal Palu mendampingi tim dari Bajawa Flores ini melaju ke babak selanjutnya dengan sistem gugur.
Tampil hati-hati di pertandingan babak 16 besar, Persipal Palu baru memastikan kemenangan di menit akhir babak kedua tambahan waktu saat melawan Persilat Lampung Tengah.
Penonton yang hadir masih konsisten di seputaran nominal 100. Dan, di antara suporter berbahasa Kaili yang meneriakkan dukungan juga dengan bahasa kaili yang oleh bakul-bakul kacang dan “akua” mungkin agak aneh inilah saya tergabung. Frase “pakabelomo”, “nambongo”, “navimbi”, “goso”, “kenimo”, ” pomore”, “nandasa”, dan tentu saja ” namaeka” adalah beberapa frase yang saya bisa tangkap dalam yel dan teriakan.
Frase itu tak hanya diteriakkan para suporter, tapi juga sayup-sayup bahasa Kaili itu tertangkap dalam komunikasi pelatih di pinggir lapangan lewat “teriakan gunung” saat musim “petik-cingkeh” tiba. Maklum, karena penonton segelintir, hiruk dan pikuk teriakan di lapangan antarpemain dan/atau instruksi pelatih lebih jelas terdengar.
Usai mengandaskan Persilat Lampung Tengah di sore hari, usai pula hubungan kenangan dengan Persipal Palu. Tim ini berpindah ke Kabupaten Kudus bersama PSN Ngada yang mengalahkan perwakilan Kalimantan, PU Putera Palangkaraya, untuk mengarungi babak 8 besar.
Di kota rokok di Jawa Tengah ini, Persipal sudah ditunggu Persiku Kudus yang juga lolos setelah memulangkan YSK 757 Karimun ke Kepulauan Riau.
****
Foto pemain Persipal Palu naik mobil pikap berangkat latihan untuk persiapan melawan tuan rumah Persiku Kudus menampilkan dua wajah sekaligus, geli dan ironi.
Tapi, seperti kata pelatih Timnas U-21 Aji Santoso, ini liga “pelengkap kegembiraan”, maka hadapi selalu dengan kegembiraan. Naik pikap berdesakan untuk latihan memang lebih tampak merakyat; sebagaimana kerap saya lihat pemandangan serupa saat ibu-ibu petani desa berbarengan untuk panen di suatu tempat atau mengikuti pengajian akbar di lapangan tertentu.
Di Kudus ini, Jumat 2 Desember, Persipal Palu berhenti dan mesti kembali lagi ke tanah Kaili, di Pulau K di bahagian tengah. Palu menyerah dari Kudus, 2-1. Sementara itu, di lapangan yang sama, PSN Ngada melaju terus saat mengalahkan Mamuju Utama, 3-2.
Persipal Palu–juga Mamuju Utama–adalah dua wakil Region Sulawesi yang pulang ke tanah leluhur di hari yang sama di stadion yang sama pula.
“Nemaeka, jangan gentar, jangan takut” berubah menjadi jangan pernah gentar menghadapi kekalahan yang menimpa diri. Dan itu, ditujukan ke dalam, ke pedalaman diri sendiri.
Ini memang liga untuk para pertapa; liga yang selalu gagal menarik duyunan rakyat datang menyaksikan. Liga Nusantara pada akhirnya adalah liga kesunyian sepakbola Indonesia di Nuswantara Raya. [Muhidin M. Dahlan]
————————–
Pencetak Gol Persipal Palu di Putaran Final
Liga Nusantara 2016
Liga Nusantara 2016
11-Rosult Ma’arif: 1 (Babak Penyisihan Grup Lawan PS Pelangi Utara/Kalimantan Utara, 19 November 2016) |
19-Kaifar: 1 (Babak Penyisihan Grup Lawan Gama FC/Yogyakarta, 22 November) |
Moh Rivaldy: 1 (Babak Penyisihan Grup Lawan Gama FC/Yogyakarta, 22 November) |
13-Hidayat: 1 (Babak Penyisihan Grup Lawan PSN Ngada/NTT, 25 November 2016) |
24-M Syarif: 1 (Babak 16 Besar Lawan Persilat Lampung Tengah/Lampung, 28 November 2016) |
25-Ricky Wugaje: 1 (Babak 8 Besar Lawan Persiku Kudus/Jawa Tengah, 2 Desember 2016 |
Daftar Pemain Persipal Palu Liga Nusantara 2016
77-Fachry Abdi Ramadhan (GK)
6-Rifandi Saad
24-Moh. Syarif
15-Moh. Zulkarnaen
12-Murdaim
17-Lukman M.
8-Moh. Rivaldy
13-Hidayat
19-Kaifar (Kapten)
11-Rosuld Ma’arif
9-Nobon Ks
1-Jusri Mursidak (GK)
4-Wawan Kurnia
5-Adityra Triandis
18-Moh Rifky
12-Fandi Ahmad
25-Ricky Wugaje
7-Eko Aji Hanggoro Putro
Pelatih
Kepala: Usman Arya
Kepala: Usman Arya
Catatan: Semua foto diambil dari akun FB Persipal Palu.