TUHAN, IZINKAN AKU MENJADI PELACUR! Sebuah novel kontroversial yang ditulis oleh Muhidin M. Dahlan merupakan novel yang ditulis sekitar tahun 2002-2003. Novel ini menceritakan tentang seorang perempuan yang bernama Nidah Kirani yang mengalami pergolakan jiwa antara tingkat ke islaman yang selama ini selalu berusaha ia tingkatkan dan segala bentuk cobaan yang datang kepadanya pergulatan seorang perempuan dengan idealisme tinggi, namun akhirnya menemukan kemunafikan yang luar biasa dalam pertemuannya dengan berbagai orang yang selama ini mengatasnamakan agama, akhlak, dan idealisme.
Kisah novel ini bermula ketika Nidah sang tokoh utama perempuan yang tinggal di Gunung Kidul yang digambarkan sebagai seorang muslim yang taat tubuhnya tertutup jubah dan jilbab besar. Hampir semua waktunya dihabiskan untuk shalat, baca Al Quran, dan berzikir.
Seiring dengan perjalanan hidupnya untuk memperkuat keimananya Nidah diterpa kekecewaan, Nidah Kirani merasa apa yang selama ini menjadi obsesinya, dan sedang ia perjuangkan melalui komunitas jamaah, mengalami jalan buntu. Perjalanan sucinya sebagai juru dakwah demi syariat seolah berada dalam lorong panjang yang remang.
Organisasi garis keras yang mencita-citakan tegaknya syariat Islam di Indonesia yang diidealkannya bisa mengantarkannya ber-Islam secara kaffah, ternyata malah merampas nalar kritis sekaligus imannya. Nidah Kirani yang awalnya masuk dalam organisasi garis keras untuk menemukan titik kebenaran keislamannya. Dia berada dalam kebingungan ketika berkecimpung di dalamnya.
Dia limbung dan tak ada yang membantunya memberikan jawaban. Kesadarannya memberontak ketika banyak hal yang ditemuinya saling bertentangan.
Dalam kekecewaannya, Nidah berkelana. Berpetualang dari satu organisasi ke organisasi lain. Setelah keluar dari jamaah, Nidah bertemu seorang aktivis mahasiswa Kepadanya ia meminta “suaka batin” atas kegundahannya. Ia pun sering mengungkapkan perasaan kekecewaannya terhadap jamaah, hingga keputusannya untuk melarikan diri yang penuh risiko. Kepada sang aktivis itu pula ia banyak berdiskusi ihwal pergerakan politik mahasiswa.
Dan, perasaan kecewa terhadap jamaah dan organisasi tersebut sedikit terobati dengan hadirnya sosok aktivis mahasiswa sosialis yang terlihat tangguh dan heroik.
Namun, cobaan pun datang menerpa Nidah yang mungkin saja sedang menguji keimanannya terhadap kepercayaannya sebagai seorang muslim, Selang beberapa hari berlindung di naungan aktivis itu, harkat dan martabatnya sebagai perempuan suci ternodai oleh hasrat-birahi aktivis itu.
Sejak saat itu, diatas segala kecewa yang melandanya, dia mulai berontak pada “Tuhan”nya dengan caranya. Mulai mencoba merokok, mencicipi narkoba, sampai akhirnya berpetualang pada satu pria ke pria lainnya. Dan pertahanan diri yang lemah mendorongnya untuk memenuhi hasrat nafsu manusiawinya, berzina dan bersetubuh dengan dalih pemberontakan.
Semua hal yang diharamkan oleh agama pun justru dilakoni oleh seorang Nidah yang memberontak dan sudah tidak meyakini akan kasih dan cobaan yang di berikan oleh Tuhannya.
Hal tersebut semakin membuatnya memberontak yaitu ketika laki-laki yang diyakini orang – orang sebagai manusia yang terhormat seperti aktivis yang heroik yang ia kenal,yang memiliki tampang ustadz, seniman bahkan aktivis politik pun telah menodainya. Dalam suasana hati yang luluh lantak, kepercayaannya pada laki-laki, perkawinan,dan cinta pun menjadi nihil. Dan dengan perasaan marah, kecewa, dia berusaha untuk bangkit dan tak mau kalah.
Maka dicarinya pembenaran-pembenaran yang dapat menguatkan hatinya. Hingga dia pun dapat berdiri tegak, mengangkat dagu, dan menantang dunia, tuhan, dan realitas. Nidah menasbihkan diri untuk melacurkan diri. Sebagai bentuk pemberontakannya pada Tuhan terkasihnya. Sepeti yang tertuang dalam petikan dibawah ini.
“Biarlah aku hidup dalam gelimang api-dosa, sebab terkadang dosa yangdihikmati, seorang manusia bisa belajar dewasa”
Segala hal yang telah menimpa dirinya saat itu menjadikan dia sebagai perempuan yang dulunya dikenal dengan kerudung besar dan pakaian takwanya kini berubah menjadi perempuan liar yang tak terkendali. Dia ingin Allah tahu bahwa dia tidak lagi percaya pada-Nya sehingga dia mulai menjadi seorang petualang.
Dia berhasil menaklukan laki-laki yang dikenal dengan keislamannya. Aktivis dan dosennya pun dia taklukan dengan kecantikannya. Semuanya bersujud di bawah kakinya demi mendapatkan kepuasan (maaf) birahi.
Dari kisah Nidah Kirani yang dibahas novel karya Muhidin ini ibarat sebuah lensa yang merekam babak perjalanan hidup perempuan Muslimah yang beralur dramatis, juga tragis.
Organisasi keislaman yang mencita-citakan tegaknya syariat Islam di Indonesia yang diidealkannya bisa mengantarkannya ber-Islam secara kaffah, ternyata malah merampas nalar kritis sekaligus imannya.
Nidah Kirani berusaha “kabur” dari perkumpulan agama yang dianggapnya suci itu. Hingga akhirnya ia terjebak dalam keremangan pencarian makna hidupnya, berpetualang mencari esensi dan makna hidup.
Karena novel ini dipenuhi dengan pro dan kontra, tentunya kita sebagai pembaca harus memahami betul isi dari novel tersebut, kita harus pintar dalam mengambil hikmah dibalik kisah seorang Nidah yang seharusnya tidak sampai melakukan pilihan hidup yang seperti itu, dimana Allah selalu akan memberikan coba namun tidak melampaui batas kemampuan umatnya.
Secara kasat mata, novel ini memang menghadirkan sesuatu secara negatif, tapi bagi pembaca yang bijaksana akan banyak hikmah dan pelajaran yang bisa dipetik. Tentang idealisme, pergulatan batin, akhlak, dan pencarian esensi diri dan makna hidup. Dan tentu, pembaca juga harus pandai-pandai mengambil celah-celah positif yang tersirat dalam novel berjudul “Tuhan, Ijinkan aku menjadi Pelacur” ini.
Disalin dari: goresaninspirasi
Buku ini bisa didapatkan di warungarsip.co. KLIK