Inilah 10 Buku Teman Saya yang Keren di Tahun 2016

Mula-mula buku yang keren itu ditulis oleh teman-teman. Hal yang paling minimal saya anggap keren dari teman adalah mereka berkarya seperti saya di tahun 2016. Mereka bekerja keras dan mencurahkan kreasinya untuk menghasilkan sesuatu yang terbaik dalam hidupnya sebagai seorang penulis. Menurut saya, itu amalan yang keren.

Dan, tak ada yang membanggakan dari seorang teman penulis saat melihat mereka terus berkembang biak dengan baik.

Inilah 10 teman yang menulis buku keren di tahun yang tak kalah ribut dan ceriwisnya sebagaimana tahun-tahun sebelumnya.

  1. Para Bajingan Yang Menyenangkan, Puthut EA. Di antara teman, ia seorang pemburu (bentuk) tulisan yang keras kepala. Mojok yang dibangunnya tak lain adalah bagian dari pencarian itu; yang tak bisa dipisahkan, misalnya, saat ia pernah menukangi buletin on/off. Dan, untunglah ia penyair yang gagal. Maka, fokusnya tinggal penulisan naratif: esai dan/atau prosa. Buku ini adalah prosa yang mula-mula diecernya di laman Facebook untuk menjaring pembaca. Sekaligus laman akun Facebook menjadi gelanggang latihan hariannya untuk selalu refleks. Sebagaimana pesepakbola profesional, penulis juga mesti latihan tiap hari. Dan, setiap hari Anda lihat ia berlatih tekun tiap pagi sambil mencari kemungkinan-kemungkinan tema yang digarap serius hingga selesai menjadi buku. Buku tentang dunia judi dengan segala pernak-perniknya adalah hasil pergulatan pengalaman dan latihannya mencari makna, memburu bentuk pengisahan, dan merabai siapa-siapa calon pembaca yang intim.

  2. O, Eka Kurniawan. Ia sudah menceritakan segalanya dalam setiap bedah buku ini soal bagaimana buku ini lahir dengan mengambil inspirasi dari kisah 1001 Malam. Tapi, yang tak pernah hilang darinya adalah keinginannya untuk berubah dan mencari bentuk. Salah satu hal yang ia tahu untuk itu adalah dengan menjadi pembaca yang tekun. Cara lain yang ia lakukan adalah kembali ke hal pokok dunia internet yang sudah dikerjakannya dengan serius sejak 1996: membagi dan menyimpan pikiran-pikiran pokok. Ya, membagi apa yang dibaca dan dilakukan dengan cara yang selektif. Maka, ketika ia “mengundurkan diri” dari media sosial, bukan berarti ia tak berkarya. Ia menghidupkan blog pribadinya. Dari sana, ia menabalkan satu hal: O adalah rajutan dari berbagai pengalaman dan praktik membaca.

  3. Pinangan dari Selatan, Indra J. Piliang. Dia lebih dikenal dengan politisi (Twitter) yang tangguh. Tapi, saya mengenalnya sebagai penulis esai (politik) yang prolifik. Di tahun 2016 saya jadi lebih tahu lagi kemampuannya menulis novel di atas rata-rata. Ia pengisah yang lancar. Saat membaca novelnya ini kala gerhana total melintasi Indonesia saya sudah membayangkan paras “politik Monas”; politik agama oleh laskar-laskar antimaksiat, matinya politisi asal Belitung Timur, dan sebarisan perempuan-perempuan yang menggerakkan kisah magis dalam gelanggang politik kontemporer. Goro-goro Ahok dan FPI kiwari hanya salah satu wujud politik-buruk yang sudah diprediksi novel ini dan hasilnya nyaris presisi.

  4. Lelaki, Alfin Rizal. Ia perupa ISI dengan kemampuan menulis yang juga baik. Dalam laku kreativitasnya, ia menggabungkan sastra dan seni rupa. Ia mengawinkan keduanya menjadi kata-rupa. Ke mana-mana ia mempertunjukkan sastra di pertunjukkan seni rupa. Begitu pula sebaliknya. Dalam perjalanan kreativitasnya yang masih belia ia dengan mudah berpindah-pindah ruang. Ke empat belas cerita dalam buku ini menempatkannya tak selalu murni sebagai perupa. Ia memiliki kemampuan lain dalam meneguk air kata-kata yang diberikan oleh perikehidupan sastrawi dalam studio seni rupa.

  5. Skandal Sastra: Buku 33 Tokoh Sastra Indonesia Paling Berpengaruh dan Kriminalisasi Saut Situmorang, Saut Situmorang dkk. Ini tahun yang begitu berat bagi si penyair asal Tebing Tinggi ini. Ia betul-betul mabuk pengadilan, hampa adil. Dan tak pernah terlupa olehnya bahwa pengadilan Indonesia di tahun 2016 menghadiahkannya untuk pertama kali dalam sejarah hidupnya sebuah status: Nara-Pidana. Nah, buku yang ditulis secara gotong-royong ini merekam secara lengkap prolog hingga epilog mengapa status Nara-Pidana melekat di jidat hingga jembut penyair dengan jempol setajam belati ini.

  6. Kesetrum Cinta: Kisah Jenaka Pria Jawa Menikah dengan Perempuan Swiss, Sigit Susanto. Dia penulis catatan perjalanan dengan banyak catatan kaki. Ia mengunjungi negara, menjejaki tempat-tempat bersejarah, dan sekaligus pikiran-pikiran masa silamnya yang dibangun oleh esai dan kesusasteraan. Nota perjalanan yang ditulisnya sarat muatan dan bukan kekenesan ala turis “pintu-depan” si pemuja diri di depan kamera paling nyes. Bacalah buku Menyusuri Lorong-Lorong Dunia Jilid 1 sampai 3. Nah, kalau ingin tahu kisah-kisah harian yang konyol, humanis, dan bersifat “behind the scene”, bacalah buku yang menampilkan dengan baik relasi perjalanannya memutari dunia dengan istrinya asal Swiss, Claudia Beck.

  7. Simulakra Sepakbola, Zen RS. Ini buku ketiganya. Meneguhkan kapasitasnya sebagai penulis esai sepakbola di atas rata-rata. Tak banyak penulis sepakbola, lebih-lebih yang bagus. Di kolam ekosistem seperti itulah ia bermain, ia berlari. Ia bukan sekadar penulis bola, ia juga paham taktik, paham strategi. Dan, tentu saja paham bagaimana sakitnya kena tekel, bagaimana napas tersengal-sengal di 90 menit permainan, dan tahu betul rasanya malu bila salah mengoper di bola pertama. Saat ia tak lagi bermain bola dengan kakinya, ia bermain dengan tangannya. Dan, dengan tangannya yang prigel dan otaknya yang pintar ia memainkan bola dengan cara yang lain di mana namanya moncer di situ.

  8. Karya Lengkap Sugiarti Siswadi: Hayat Kreatif Sastrawan Lekra, Fairuzul Mumtaz. Ini buku pertamanya saat usianya 31 tahun. Buku ini berasal dari karya akhir setelah menyelesaikan pendidikan pascasarjana di Universitas Sanata Dharma. Ini buku pertama yang menganalisis secara mendalam karya penulis perempuan dari Lekra yang anonim dalam sejarah kesusasteraan. Latarnya sebagai seorang santri NU asal Demak Bintoro dan menulis tentang Lekra-Komunis menjadi mudah dipahami kalau kita memasukkan unsur Radio Buku. Nah, di titik inilah kita temukan keterbukaaannya kepada wacana-wacana lain di luar budaya “asal”nya.

  9. Pengedar Bacaan, Bandung Mawardi. Penulis esai di media cetak yang sangat subur ini adalah juga pengepul buku. Buku lama atau baru. Koran atau majalah. Dalam “Bilik Literasi” yang juga rumah tinggalnya, ia menulis dan sekaligus membagi bacaan-bacaan yang dikumpulkannya dari hari ke hari untuk menjadi pelumas belajar bagi anak-anak muda terpelajar di seantero Solo. Hobinya mengumpulkan buku-buku lawasan dan menuliskan informasi dalam buku itu secara memikat lalu dikmpulkannya dalam buku tipis ini. Ia pengedar yang baik hati.

  10. Misool is Kingdom of the Sea, Ayu Arman. Ini buku ke sekian yang ditulisnya tentang Raja Ampat, Papua Barat. Kabupaten dengan hamparan pulau-pulau indah ini adalah kampung halaman ketiganya setelah Lamongan dan Jakarta. Raja Ampat adalah sekoci penyelamat hidupnya saat berada di titik nadir terendah hidupnya; hidup di Jakarta, keluarga di ambang karam, dan dipecat dari majalah fesyen muslimah kekinian. Sempurna. Nah, tawaran menulis biografi bupati Raja Ampat adalah jalan awalnya menjadi penulis biografi penuh-waktu. Dari situ, ia mengenal begitu dekat dan sangat dekat dengan kepulauan ini. Nah, bertanyalah kepadanya spot-spot yang keren dari Misool, maka dia akan menjawabnya dengan kata dan visual yang meyakinkan. Dia tak sekadar pemandu wisata yang lihai. Dia beyond Raja Ampat.