Apresiasi: Nurhannifah Rizky Tampubolon ~ “Adam Hawa dan Cinta Balas Budi”

ADAM HAWA. “Hawa dicipta bukan dari kepala Adam untuk jadi atasannya dan bukan pula dari kakinya untuk dijadikan alasnya, melainkan dari rusuknya, dari sisinya untuk jadi teman sekutu hidupnya. Rusuk itu dekat dengan lengan untuk dilindungi dan dekat di hati untuk dikasihi.”

Kutipan dari buku “Adam Hawa” karya Muhidin M. Dahlan yang sempat menuai kontroversi karena dianggap melecehkan Tuhan. Buku yang diterbitkan pertama kali pada September 2005 ini terbilang bacaan ringan namun bisa jadi menyesatkan bagi sebagian orang.

Jika karya sastra dan kreativitas berpikir bebas dihubungkan dengan kitab-kitab suci dan ketuhanan tentulah akan membuahkan kesesatan religius. Namun jika memandang karya tersebut berdasarkan nilai daya cipta dan nalar pikir tentu akan mengembangkan kemampuan berpikir bebas dan menghasilkan karya sastra yang logis imajinatif. Semua itu pilihan pembaca untuk menikmati tulisan-tulisan yang religius atau tulisan yang berdaya nalar bebas.

Tidak jarang kita temukan di media sosial meme-meme istilah Hawa berasal dari tulang rusuk Adam. Jika sudah membaca buku ini tentu muda-mudi tidak akan dengan mudah mencatut istilah “mencari tulang rusuk” atau “mencari pemilik tulang rusuk”.

Bagi kaum Adam hal ini tentu tidak terlalu menjadi masalah. Seperti dalam tulisan Gus Muh bahwa istilah “tulang rusuk” digunakan Adam sebagai pengikat untuk Hawa agar menjadi penurut dan tahu “balas budi”. Namun jika kaum Hawa masih menyatakan diri sebagai bagian dari tulang rusuk kaum Adam, tentu buku ini sangat direkomendasikan bagi kaum hawa modern sebagai buku wajib dibaca.

Perempuan atau kaum Hawa di zaman modern ini tentu tidak akan mudah untuk menjadi penurut pada pasangannya maupun suaminya. Hal ini tentu dipengaruhi dari tingkat pendidikan, lingkungan, budaya serta teknologi yang semakin canggih sehingga informasi apa pun bisa dengan mudah didapatkan.

Kemampuan berpikir logis dan menganalisa setiap kejadian dalam hidup pun menjadi lebih baik. Layaknya penerus-penerus Kartini, habis gelap terbitlah terang. Bukan berarti perempuan modern harus melawan takdirnya sebagai kaum Hawa atau tidak mematuhi lelaki yang merupakan suaminya. Namun ada peran serta perempuan dalam mengambil keputusan bukan mutlak dari lelaki.

Tokoh Maia dalam novel singkat Gus Muh merupakan gambaran perempuan modern saat ini. Maia sebagai perempuan pertama, bukan Hawa, merupakan perempuan yang cantik fisik dan cerdas berpikir sehingga tidak selalu menuruti apa pun yang diinginkan Adam, terutama untuk sekedar memuaskan nafsunya.

Kenapa Maia dikatakan cerdas karena ketika Adam berusaha mengikat Maia agar bertahan di sisinya dengan istilah perempuan berasal dari tulang rusuknya, Maia tidak menelan informasi itu bulat-bulat. Maia justru menghitung jumlah tulang rusuk yang ada pada dirinya dan tulang rusuk pada tubuh Adam. Analisa paling sederhana yang dilakukan namun tidak dilakukan Hawa.

Hawa menerima kata-kata Adam mentah-mentah apalagi dengan ucapan Adam “Atas seizin Tuhan”. Hawa siap mengabdi pada Adam sampai akhir hidupnya karena beranggapan bahwa Hawa sedang mengabdi kepada anak Tuhan. Tentu masih ada perempuan-perempuan seperti Hawa.

Tentu tidak salah jika mengabdi pada suami yang membawa kehidupan pada kebenaran, akan tetapi jika sebaliknya tentulah hal tersebut harus dilawan.

Meskipun kebanyakan kaum Hawa saat ini tetap mengabdi pada suami yang membawa dirinya pada penderitaan bukan semata-mata sebagai bentuk pengabdian kepada Tuhan, melainkan atas nama cinta. Masih sering terdengar istilah bahwa perempuan, kaum Hawa, berasal dari tulang rusuk Adam dan inilah kenapa cara berpikir seperti itu harus segera dihilangkan.

Tidak ada balas budi dalam hubungan cinta. Baik kaum Adam maupun kaum Hawa diciptakan Tuhan dengan proses yang sama. Dalam kitab-kitab suci disebut lempung tanah, agar sebagai manusia sadar betapa hinanya dirinya dan tidak pantas untuk menyombongkan diri.

Hawa pun tidak perlu mengabdi kepada kaum Adam sebagai bentuk balas budi karena telah diciptakan dari tulang rusuknya. Begitu pun dengan memilih pasangan jangan karena ada balas budi. Jika demikian maka kemungkinan cerita Siti Nurbaya akan terulang kembali.

Disalin dari qureta.