Buku ini masih lebih kecil ketimbang telapak orang dewasa. Segenggaman siswa kelas 3 SD. Lantaran bentuknya itu, empat kali saya pungut dari tempat sampah karena salah buang. Jika Anda mendapatkan kertasnya dirambati bekas air, tumpahan kopi, nah musababnya adalah keterbuangan tak disengaja. Mengapa buku berisi 10 puisi dengan judul Perempuan Pemuja Langit Malam ini dibikin mini. Mungkin, ini pilihan gaya. Bisa pula representasi diri yang memuja keminian. Mini itu terbatas, tapi lincah. Selincah Pak Koskow menggarap tata letaknya, yang ajaibnya, kok bagus. (Kisah Koskow di lain waktu diunggah) Seperti itulah saya mengenalnya pertama kali di Radio Eltira FM ketika mengasuh program buku di tahun 2010. Kecil, tapi lincah. Suaranya pun nyaring, tapi berjumpa dengan mikropon menjadi enak didengar. Dari suaranya buku menjadi lain. Dengan mikropon itu ia berjumpa dengan banyaj penerbit, banyak penulis. Berasal dari kota mini Tulungagung di selatan Jawa Dwipa, ia merengkuh pendidikan di Yogyakarta. Bergiat di Pers Mahasiswa yang lebih ingin dikenal dengan nomor rumah “B21″ dan bermimpi jadi sastrawan. Menulis cerita dan puisi. Jadilah buku pertamanya, Pazel. Menjadi penyiar radio profesional hingga membuka layanan suara di dapur rumah. Dunia menjahit, wisata batu, menari, hingga berniaga perkakas kecantikan juga dijajalnya. Yang penting halal dan tak menghalangi ritus utama: mengiringi si kembar Lintang dan Wahyu hingga ke pintu gerbang kedewasaan. Tapi hidupnya memang zigzag, menapaki hidup dengan jalan pencarian iman yang bercadas, mengejar impi-impi kemudaan lewat trek Selatan. Anda pernah berkelana lewat jalur Selatan? Cobalah Anda depai, Anda lalui. Berkelok, dalamnya jurang dan syeremnya luweng masih seperti tahun-tahun gila 1965, berbatu, tandus, dan dipenuhi ranjau demit. Maka ketika Kompas membikin Ekspedisi Pantura, tabloid Misteri dan Supranatural berjibaku membikin Ekspedisi Selatan yang isinya hantu blau di goa, praktik ilmiah perdukunan, rangkaian sesembahan, pelbagai alamat dan nomor kontak pengobatan “alternatif”, hingga spot-spot wisata yang menawarkan dagdigdug paling gres. Dia adalah perempuan dari trek Selatan. Dan dengan passion dan keahliannya ia membidani lahirnya Radio Buku. Dialah yang pertama kali menata bagaimana sebuah radio dikelola. Saya belajar secara informal dari caranya mengelola studio; mulai dari menyusun playlist hingga rutin membersihkan sarang laba-laba. Jika Anda mengenal Radio Buku, kenang-kenanglah namanya yang menjadi pengantar awal bahwa radio komunitas ini masih hidup dan sehat-sehat saja sampai saat ini. Karena perjumpaan yang intens di Radio Buku inilah ia ditakdirkan menjadi moderator utama pergelaran Apresiasi Sastra (Apsas) selama lima tahun berturut-turut. Tapi di tahun 2016, tepat tengah malam saat kalender menunjuk pukul 00.15, bulan April, tanggal 29, hari Jumat, ia pamit pensiun sebagai moderator. Hujan tengah malam adalah saksinya. Saat ini ia tinggal di Sonopakis, Kasihan, Bantul. Di kelurahan yang menjadi pemberhentian akhir Bobby si Mr Cutter yang bikin resah itu ia tetap memelihara mimpi mini yang sudah diukirnya sejak 2002: menjadi anak kingkong. Masya Allah! #TemankuOrangBukuKeren