#PerkakasBuku ~ Mana yang Benar? Ayo, Duel Otak Bersama Yus Badudu

Dari judulnya, buku ini tampil percaya diri. Ya, buku ini berusaha sekuat tenaga memandu Anda berbahasa Indonesia yang benar. Baik juga? J.S. (Yus) Badudu sepanjang isi buku ini tak pernah menyebut “baik dan benar” secara bergandengan.

Kedudukan kebenaran bahasa Indonesia ada pada kamus. Kok sulit-sulit amat. Kan bahasa dinamis. Iya, siapa bilang ujian bahasa Indonesia masuk perguruan tinggi gampang; bahkan bisa lebih rumit ketimbang kimia dan fisika. Bahasa Indonesia yang benar itu kemudian menjadi momok.

Baca teks di sampul belakang buku pengisi acara Pembinaan Bahasa Indonesia di TVRI (1977–1979): “Mungkin Anda pun pernah mendengar keluhan bahwa banyak pelajar dan mahasiswa kita yang belum mampu menggunakan bahasa Indonesia dengan baik dan benar. Ini terbukti bila mereka disuruh membuat karya tulis ataupun skripsi”.

Maaf, sampai di sini, saya menarik napas panjang dan berkata: “Tidak! Saya tak pernah bisa membuktikannya. Karena saya, maaf, tak pernah mengalami waku-waktu hati senang dan gembira membuat skripsi.”

Jadi, lupakan skripsi.

Pakar linguistik jebolan Rijksuniversiteit Leiden ini memulai tulisan soal panjang dan pendek kalimat yang kemudian disusul judul berita yang menyesatkan. Ah, rupanya soal judul sesat-menyesatkan sudah mengganggu Yus di era 80-an. Jadi, bukan masalah generasi kekinian yang berada di samudera kepala berita yang menyesatkan, melainkan juga di masa ketika swasembada beras sedang berada di puncak keemasannya.

Apa contohnya? “Pinjaman $ 200 Juta Diberikan Indonesia”. Judul yang menyesatkan, kata Yus. Tapi, yang menantang dan seru dalam buku ini adalah duel otak dengan kalimat pertanyaan: “mana yang benar”.

Saya menyusun 10 soal adu otak yang saya cuplik dari bagian-bagian di buku ini. Mengadulah kepada otak Anda sebelum angkat tangan disertai lempar tisu dan melihat kunci jawaban pada bilah mesin pencari di ponsel pintar Anda (jika buku Yus Badudu ini sulit Anda temui).

Mulai:

  1. Mana yang benar: terlentang atau telentang.
  2. Mana yang benar: berpetualang atau bertualang.
  3. Mana yang benar: pejabat atau penjabat.
  4. Mana yang benar: petinju atau peninju.
  5. Mana yang benar: memperhentikan atau memberhentikan.
  6. Mana yang benar: mengesampingkan, mengenyampingkan, atau menyampingkan.
  7. Mana yang benar: kait-mengait atau kait-mengkait.
  8. Mana yang benar: mengeritik, mengkritik, atau mengkritik.
  9. Mana yang benar: mengetes atau mentes.
  10. Mana yang benar: mengetik atau menik.

Sebetulnya saya ingin memasukkan “sepak bola atau sepakbola”. Tapi, Pak Yus tak menyebut lema itu di buku cokelat ini. Mungkin, Pak Yus tak ingin bikin mudarat lebih besar bagi PSSI. Jika Yus bilang yang benar adalah “sepak bola”, maka sejarah PSSI runyam. Formasi akronimnya menjadi rusak. Jika yang benar “sepak bola”, maka akronimnya menjadi “PSBSI”. Bayangkan dampaknya. Bukan saja dampak sejarah, tapi juga berdampak kepada ekonomi dan bikin sibuk seksi perkap dan administrasi.

Sudah, cukup sepuluh (tanpa “sepak bola” atau “sepakbola”). Masih banyak “mana yang benar” atau “mana yang betul” dari buku dengan judul yang sangat percaya diri ini. Saya khawatir jika ditambahkan lagi saya dan Anda makin “syuram” berhadapan dengan bahasa Indonesia.

Buku perkakas berbahasa ini memiliki pesan moral yang jelas: rajin dan tekunlah membuka kamus. Era ketika buku ini terbit kamus yang beredar adalah kamus yang disusun Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia (KUBI). Kamus ini terbit tahun 1976 atau 12 tahun sebelum Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) dibikin sebuah tim yang dipimpin Anton M. Moeliono.