#TurbaLiterasi – Ilham Salama: Pembukuan Biologi Tik 10 Jari

Ketika ibu kota Republik disibukkan dengan penyambutan atas kedatangan Raja Salman dari Arab pada 1 Maret, dari sebuah pojok kampung di Pantai Barat datang sepotong kabar: guru saya, Ilham Salama, berangkat dengan perahu pagi.
Guru Ilham adalah guru pengampuh keterampilan mengetik 10 jari, sebuah kemampuan purba yang mula-mula disodorkan untuk mengisi pos ambtenaar. Dan, saya mendapatkannya sejak kelas 2 SMP dengan kemampuan yang terbata-bata. Guru Ilham berharap lancar mengetik 10 jari tanpa betul-betul berhadapan dengan mesin tik dengan suara ketukan mirip besi bara yang dipukul bertalu dengan palu oleh seorang mpu. 

Sampai di situ, keterampilan tik dengan 10 jari adalah semacam proyek imajinasi untuk siswa-siswa desa di tepian air. Hanya sepekan sekali melihat rupa mesin tik itu saat jadwal pelajaran tik 10 jari datang. Dan, mesin tik itulah satu-satunya yang ada dalam kelas.

Keterampilan mengetik demikian itu, kata Guru Ilham Salama di suatu hari yang sangat jauh, adalah bagian dari satu paket kemampuan dengan pembukuan. Pem-BUKU-an. Mirip, ya. Tapi, bukan buku yang itu. Ini soal buku yang diapit imbuhan pe-an. Ini adalah keterampilan akuntansi sederhana yang mungkin berguna bagi siswa jika kelak terjun ke dalam usaha modern yang maju. 

Saya tahu kemudian, pemBUKUan bukan sesuatu yang sederhana. Ini ilmu yang menggabungkan nalar awas, angka-angka yang presisi, dan keseimbangan. Guru Ilham Salama tahu betul itu lantaran ia alumni Sekolah Menengah Ekonomi Atas (SMEA) di Palu sebelum menjadi guru di SMP 1 Balentuma, Kecamatan Sirenja. 

Sebagai guru yang punya dedikasi dan memiliki kemampuan administrasi — pembukuan dan tik adalah kembar identik untuk kepegawaian — Guru Ilham Salama telah membuktikan dirinya sebagai pendidik. 

Tiga SMP berbeda pernah dijelajahi Guru Ilham, yakni SMP 2 Tondo (Kecamatan Sirenja), SMP Batusuya (Sindue Tobata), dan SMP Dampelas. Dua SMP terakhir, Guru Ilham menjadi kepala sekolah. 

Sebagai seorang administratur, Guru Ilham dipercayakan untuk bekerja di UPTD Kecamatan Sindue Tobata, lalu pengawas kependidikan di Kantor Kabupaten Donggala, UPTD dan bagian pencatatan sipil di Kecamatan Sirenja.

Namun, ujar Atin H. Djajali Lamasinangka yang menjadi istri Guru Ilham sejak 1984, ia mengajar mata pelajaran biologi. “Karena darurat. Sekolah kekurangan guru biologi,” kata Atin yang bersama Guru Ilham telah dianugerahi tiga putra, Feri Setiadi, Fadlun, dan Nadiatul Fadilah. 

Kini, guru biologi pembukuan tik 10 jari itu telah mangkat setelah 35 tahun memberikan hidupnya sebisa-bisanya untuk dunia pengajaran di desa. Cincin yang mengikat jantung Guru Ilham ternyata tak cukup kuat menahan kepergian sang guru di pagi 1 Maret.

Selamat jalan, Guru!   

#TurbaLiterasi #PantaiBarat #RadioBuku