Belajar Meresensi yang Fokus dari Sumitro Djojohadikusumo: Buku-Buku Babon Ekonomi Dunia

Pada unggahan sebelumnya, kita sudah membicarakan soal bacaan yang direncanakan dan resensi yang fokus dalam tema. Ada contoh?

Ada. Resensi Sumitro Djojohadikusumo.

Lelaki kelahiran 29 Mei 1917 di Kebumen, Jawa Tengah ini adalah ekonom pejuang yang oleh rezim Sukarno masuk dalam daftar hitam. Disebut “pejuang dalam daftar hitam” disebabkan nama ayah Hashim dan Prabowo Subianto ini ada dalam sejarah pemberontakan PRRI/Permesta di Sumatra dan Sulawesi tahun 50-an.

Namun, bukan dalam konteks itu namanya saya sebut di sini, melainkan perannya dalam menyumbang tradisi meresensi buku. Terutama meresensi buku-buku utama dalam sejarah perekonomian. Sebut saja, buku babon ekonomi.

Resensi Sumitro itu terkumpul dalam buku dengan judul yang tak kalah didaktiknya: Perkembangan Pemikiran Ekonomi: Buku 1 Dasar Teori dalam Ekonomi Umum. Sepintas, buku terbitan Yayasan Obor Indonesia pada 1991 ini adalah sejarah ekonomi. Namun, saat membuka dan meresapi isinya tahulah kita bahwa buku ini adalah kumpulan dari resensi buku-buku besar yang menyumbang sejarah perekonomian.

Sumitro ingin berbisik, untuk memahami perkembangan pemikiran “ekonomi umum”, kamu mesti membaca belasan buku utama. Jika Anda kesulitan, Sumitro menunjukkan garis besar isi periuk buku-buku itu.

Dari Sumitro kita tahu bahwa diktat (sejarah) ekonomi bisa dibikin lewat resensi yang bukan saja memiliki kesamaan tema, tetapi juga pilihan buku dengan bobot dan tendensi yang sama. Sumitro sepertinya sadar, meresensi adalah kerja membaca yang direncanakan. Untuk memahami sejarah pemikiran ekonomi secara umum, ia kumpulkan buku-buku utama dalam topik itu.

Lalu, secara tekun dan seksama ia meresensinya. Berapa? Paling tidak, seturut tokoh yang masuk dalam lima besar “Mafia Berkeley” ini, 122 buku utama yang mewakili berbagai mazhab ekonomi dari ragam periode; mulai dari periode Zaman Praklasik, Mazhab Klasik, Mazhab Keynes, Aliran Monetaris, hingga Mazhab Historismus, Mazhab Institusionalisme, Marxisme, dan Gelombang Kondratieff.

Selanjutnya, baca di buku Inilah Resensi: Tangkas Menilik dan Meresensi Buku

Sumber Gambar: Nicole Honeywill_@nicolehoneywill