Parimpi

Parimpi, pantai terindah kedua setelah Labuana–dua-duanya ada di Desa Lende Tovea, Kecamatan Sirenja, dipeluk sepi. Hanya deburan ombak yang terdengar. Juga, dengus napas yang ditarik satu-satu dari dada di bawah pohon ketapang.

Tak ada suara manusia.Bukannya tidak ada orang. Di lokasi ini ada empat rumah nelayan yang sekaligus mengelola sendiri kopra dengan cara mengasapinya.

Parimpi adalah impi-impi tentang apa arti indah, tentang pasir yang putih, batu bersusun-susun di lekukan Teluk Mapaga.

Hanya BMKG dan ahli bencana kegempaan saja yang mewaspadai Parimpi sebagai bidadari yang diimpikan yang menyimpan energi besar dalam rahimnya dan bisa menjadi daya rusak hebat jika kelak waktu semburnya tiba.

Parimpi adalah keindahan, pemberi rasa damai, tetapi sekaligus perusak yang tak terperi. Parimpi masuk dalam episentrum apa yang disebut “kandang gempa”.

Namun, Parimpi yang saya kenang di awal-awal adalah lomba menyanyi lagu dangdut dengan lagu utama “Si Kecil” yang dinyanyikan dengan suara melengking. Panggung dangdut itu impi-impi saya yang selalu tertanam di belakang kepala saya saat bertemu Parimpi. Saya menyaksikan ribuan orang mengepung Parimpi karena panggilan dangdut itu.

Tidak. Parimpi tidak sekadar dangdut yang ingar-bingar.

Saya yang datang bersama keponakan yang selalu punya kobaran semangat, Pice Wijaya, menyaksikan lagi Parimpi serupa kesunyian hati Windra.

Ia bocah kelas enam SDN 3 Sirenja yang sekonyong-konyong saja duduk sendirian di bawah pohon ketapang, tepat di belakang saya duduk. Sejak umur setahun, ia sudah tinggal dengan neneknya di antara pohon-pohon kelapa yang mengepung rumah kayunya. Ibu berada di Desa Kabonga, sementara si ayah merantau ke Malaysia untuk memburu perubahan nasib.

Parimpi yang saya temui hari ini adalah impi-impi terbatas Windra, bek tangguh sekolahnya dalam olah bola sepak. Sebuah pantai yang ramainya memang terbatas Sabtu dan Minggu. Hari-hari selanjutnya, Parimpi seperti hati lelaki kecil yang sendirian menghadap Laut Makassar di sore hari. Di bawah ketapang.***