Ingatan manusia pendek. Arsip yang abadi. Ingatan manusia turun naik, dinamis, data yang statis dan terus terjaga. Siap sedia memberi informasi apa pun yang kita butuhkan. Arsip atau sebutlah data adalah jalan yang membuat ingatan terjaga dari kemusnahan. Tapi, seperti halnya pikiran, data bisa juga koma, data juga bisa hilang.
Ya, seperti otak manusia, data juga bisa mengalami saat-saat hidup mati: koma. Seperti halnya manusia yang tak kalis dari pikun, amnesia, data juga mengalami hal yang membuat sebuah institusi terguncang. Paling tidak si pemilik data yang menyandarkan kreativitasnya di sana.
Bisa dideret-deret musabab amnesia dan atau lumpuh ingatan yang menimpa pikiran. Demikian juga data. Baik disengaja maupun tidak. Dan tersedia beragam klinik mengembalikan memori manusia jika amnesia menerjangnya tiada ampun. Tersedia beragam cara yang ditempuh bagi dukun-dukun yang menguasai mantra/kode paling ajaib di abad hipermodern ini untuk mengembalikan momori data pada tempatnya semula. Recovery istilah teknisnya.
Tapi di situ berlaku harga. Makin canggih, terpercaya, dan eksklusif klinik itu, makin tinggi harganya. Seperti halnya hirarki instrumen kesehatan. Tersedia puskesmas yang jika memegang kartu jamkes bisa gratis. Jika instrumen ini tak berhasil, naik tingkat lagi ke RSUD, lalu RSU, lalu antarnegara. Begitu seterusnya.
Menangani data yang lumpuh ingatan juga demikian. Mula-mula dengan mengandalkan teman dekat yang biasa jadi dukun lokal untuk mereparasi seluruh komponen komputer (seperti mantri di puskesmas). Jika tak bisa, dirujuk ke dokter umum di RSUD dengan peralatan yang memadai. Jika tak bisa, ditangani lagi oleh RSU dengan dokter-dokter saraf/memori yang memiliki jam kerja tinggi, dipercaya pasien berduit, dan tentu saja mahalnya menggedor dada komunitas pemilik data yang sejatinya kelasnya setara dengan pemilik jamkesmas.
Dibiarkan lumpuh ingatan seumur hidup? Ada juga pemilik data yang setengah putus asa memasukkan datanya ke RSU bintang gemintang walau tahu tak ada uang. Dan hasilnya: data ditahan untuk jangka waktu tak terkira. Sang Pasien disandera.
Apa boleh buat. Data itu penting. Arsip itu penting. Sangat penting. Tatkala data berada dalam kondisi hidup dan mati, hidup seperti terapung. Hidup seperti kehilangan masa silam yang menjadi acuan untuk mengkreasi masa depan. Data dan arsip mempertajam perspektif.
Dan jika data itu koma, pekerjaan yang dibuat bertahun-tahun dengan peluh tanpa pamrih, seperti memangkas separuh hidup. Yang timbul tenggelam di pikiran adalah kenangan-kenangan.
Pasien yang koma itu bernama data utama Yayasan Indonesia Buku. Mendapat pertolongan pertama di kamar puskesmas terdekat pada: 18 Januari 2013. Hingga catatan cemas-harap ini diupload, memori sang pasien masih koma. Terdeteksi ada isi di kepalanya, namun sama sekali tak jelas terbaca. Bahkan oleh dukun sekalipun.
Adakah yang bisa membantu?